Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanah untuk Rakyat Kecil

Kompas.com - 21/06/2012, 02:15 WIB

Beberapa pekan lalu, Hendarman Supandji masih menikmati masa-masa pensiunnya bersama keluarga. Selain bercengkerama dengan cucu, Hendarman juga kembali menggeluti hobinya yang sudah lama ditinggalkannya, yakni memelihara dan beternak burung cucakrawa.

Namun, mulai kini mantan Jaksa Agung itu harus kembali meninggalkan kesenangan-kesenangan tersebut. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menugaskannya menjadi Kepala Badan Pertanahan Nasional menggantikan Joyo Winoto.

Hendarman mengaku tak menduga bakal diberi jabatan lagi oleh Presiden, apalagi tugasnya kini tidak berhubungan sama sekali dengan keahliannya sebagai jaksa. Namun, ia tentu tak bisa menolak amanah ini.

Segudang persoalan bakal menghadang Hendarman sebagai Kepala BPN, mulai dari reformasi agraria sampai sengketa tanah yang terus terjadi di negeri ini. Namun, Hendarman telah menyiapkan sejumlah gebrakan untuk menyelesaikan karut-marut persoalan pertanahan.

Apa agenda besar Anda sebagai Kepala BPN?

Saya mendapat dua tugas besar dari Presiden soal pertanahan, yakni mendistribusikan tanah untuk rakyat kecil dan menyelesaikan sengketa tanah. Saya langsung kumpulkan deputi-deputi dan kepala-kepala kanwil untuk menegaskan tugas dari Presiden ini. Saya telah menginstruksikan mereka untuk memetakan tanah-tanah mana saja di negeri ini yang bisa didistribusikan kepada rakyat kecil, juga tanah-tanah mana yang menjadi sengketa.

Saya harus mempelajari persoalan-persoalan ini karena saya, kan, tidak pernah bertugas di BPN. Saya akan membuat program-program kerja secara prioritas untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut. Saya diberi waktu satu bulan oleh Presiden untuk menyampaikan pemetaan persoalan dan program bagaimana mengatasinya.

Apa yang dimaksud dengan tanah untuk rakyat?

Berdasarkan UU Pokok Agraria, tanah itu berfungsi sosial, jadi untuk kepentingan rakyat, terutama rakyat kecil. Tanah itu bukan suatu komoditas yang bisa diperjualbelikan dan menjadi spekulasi. Sengketa tanah antara investor dan rakyat seperti di Mesuji dan Jember terjadi karena rakyat kecil membutuhkan tanah. Penguasaan tanah oleh investor tidak boleh berlebihan, ada batasnya karena bagaimana pun tanah itu hak rakyat.

Lalu, bagaimana mekanismenya mendistribusikan tanah untuk rakyat?

Nah, kita harus lihat ke belakang. Dulu, kebijakan pemberian tanah kepada perusahaan-perusahaan besar adalah untuk memacu pertumbuhan ekonomi, untuk kesejahteraan. Dulu pemerintah tidak punya uang, jadi tanah diberikan kepada investor lokal ataupun asing untuk pertumbuhan. Nah, sekarang kita akan lihat lagi, bisa tidak itu sekarang untuk pertumbuhan dan kesejahteraan. Jangan sampai tanah-tanah yang dikelola investor asing keuntungannya dibawa ke luar negeri. Ini, kan, artinya fungsi tanah untuk kemakmuran tidak tercapai. Kalau tak bisa menyejahterakan, tanah harus didistribusikan kepada rakyat kecil. Namun, harus dilakukan secara win-win solution dengan para investor agar tidak timbul gejolak.

Bagaimana dengan agenda reformasi agraria lainnya?

Reformasi agraria itu bukan hanya pendistribusian tanah, melainkan juga menyinkronkan berbagai aturan. Ketentuan-ketentuan yang tidak sesuai harus dicabut. Kita juga harus menginventarisasi aturan yang saling bertentangan. Kita juga meningkatkan koordinasi dengan pihak lain. Sebab, urusan tanah itu banyak yang berwenang. Tanahnya urusan saya, tetapi kekayaan yang terkandung di bawah tanah bukan kepunyaannya BPN. Batubara, minyak, emas, nikel itu urusan pertambangan. Lalu, hutan yang ada di atas tanah milik kehutanan.

Apakah jika tanah diberikan ke rakyat bisa menyejahterakan?

Pendistribusian tanah harus dilakukan hati-hati. Tanah akan didistribusikan kepada rakyat yang betul-betul membutuhkan dan bisa menggunakan itu. Jangan sampai tanah yang dikasih dijual lagi. Nanti ujung-ujungnya tanah itu dimiliki orang- orang berdasi. Akhirnya rakyat kecil masih menjadi buruh. Pemerintah daerah juga harus hati-hati soal pendistribusian ini.

Bagaimana Anda membersihkan oknum-oknum BPN yang diduga menjadi mafia pertanahan?

BPN ini memang terlalu besar. Saya akan memperkecil birokrasi di BPN. Jadi, birokrasi di BPN akan lebih mengedepankan fungsional bukan struktural. Sebab, jika bersifat struktural, akan banyak raja-raja kecil di daerah. Saya juga akan membuat sistem promosi fair juga jenjang karier akan diperbaiki.

BPN selama ini terkesan tertutup. Anda akan mengubahnya?

Saya akan hidupkan kembali biro hukum agar rakyat tidak dipersulit dalam pengurusan sertifikat tanah. Saya juga akan terbuka kepada pers sebab pers sangat penting untuk mengontrol tugas BPN.

(M Fajar Marta)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com