Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jamkesda Distop, Warga Miskin "Dilarang" Sakit

Kompas.com - 06/07/2012, 13:39 WIB
Kontributor Malang, Yatimul Ainun

Penulis

MALANG, KOMPAS.com - Orang miskin di Kabupaten Malang, Jawa Timur, rupanya "dilarang" sakit oleh pemerintah setempat. Begitu penilaian dari keluarga dan pasien gagal ginjal yang tak bisa lagi berobat menggunakan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) di Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) di Kota Malang. Memang, pelayanan Jamkesda bagi warga Kabupaten Malang sudah dihentikan RSSA akibat klaim yang ada tak terbayarkan oleh pemerintah setempat.

Dan Jumat, (6/7/2012), belasan pasien gagal ginjal kembali mendatangi Bupati Malang. Kali ini mereka meluruk Pendopo Kabupaten Malang untuk menemui pemimpin mereka. Sebelumnya, para pasien gagal ginjal dan keluarganya sudah mendatangi kanto Bupati, kantor Dinas Kesehatan, dan gedung DPRD setempat. Namun, mereka juga tak mendapatkan keputusan yang memuaskan.

Pasien dan keluarganya ini berasal dari berbagai kecamatan di Kabupaten Malang. Mereka mengaku kecewa karena tak mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah. Para pasien merasa dibohongi atas keputusan DPRD Malang dan RSUD Kanjuruhan bahwa pasien gagal ginjal bisa berobat langsung di RS Wava Husada, Kepanjen, dan RS Ben Mari, untuk menjalani cuci darah.

"Warga miskin dilarang sakit oleh pemerintah. Kami sangat kecewa, karena kami merasa dibohongi oleh dewan dan pihak RSUD Kanjuruhan. Setelah mau cuci darah ke RS Wava Husada, kami malah diusir. Alasannya, RS Wava khawatir nantinya, tak ada yang mau bertanggung jawab," kata Yulaikah, seorang pasien, Jumat (6/7/2012).

Awalnya, kata Yualikah, saat mendatangi kantor dewan, ia dan belasan pasien lainnya gembira karena sudah bisa berobat di dua RS di Kabupaten Malang (RS Wava Husada dan RS Ben Mari). "Tapi ternyata, tak mau menangani karena takut tidak ada yang bayar," aku Rianti, salah satu keluarga pasien menambahkan. Adapun kondisi para pasien saat ini sudah semakin kritis. "Kebanyak para pasien sudah mengalami mual-mual dan muntah akibat tak bisa cuci darah sesuai jadwal yang ditentukan dokter. Kami sudah pasrah. Mati ya nasib saya. Kami sudah tak percaya pemerintah, kalau nasib kami tidak diperhatikan," keluh Yulaikah.

Menurutnya, seluruh pasien gagal ginjal di Kabupaten Malang yang sebanyak 66 orang itu seharusnya sudah dua kali menjalani cuci darah di RSSA. Hal itu sesuai jadwal yang disarankan dokter. "Namun hingga kini belum juga bisa cuci darah. Sementara mau cuci darah biaya sendiri harus ada uang minimal Rp 750 ribu atau Rp 900 ribu. Dari mana warga miskin seperti kami mau dapat uang sebesar itu," keluh Yulaikah, sembari menangis.

Saat di Pendopo Kabupaten Malang, di Kota Malang, belasan pasien dan keluarganya itu tak mau lagi datang ke ruangan bupati, karena sebelumnya juga mereka tidak mendapat perhatian. "Kalau kasihan pada rakyatnya, bupati akan tahu harus bagaimana. Ya beginilah warga miskin. Warga miskin di Kabupaten Malang ini dilarang sakit agar tak merugikan negara," katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Malang, Mursyidah enggan berkomentar mengenai keluh kesah para pasien gagal ginjal. Dia menilai, kebijakan Pemkab Malang itu bukan kewenangan dirinya. "Saya hanya bisa mengimbau agar warga Kabupaten Malang menjaga kesehatan dengan menerapkan pola hidup sehat," imbaunya.

Kalau masyarakat bisa menerapkan pola hidup sehat, lanjut Mursyidah, maka tak akan banyak yang sakit. "Kalau tak banyak orang sakit, dana Jamkesda yang dialokasikan Pemerintah Provinsi Jatim dan Pemkab Malang tak cepat habis. Makanya Dinkes akan verifikasi ulang pemohon surat pernyataan miskin (SPM)," katanya.

Di tempat berbeda, saat dikonfirmasi mengenai penolakan pasien gagal ginjal pengguna Jamkesda, Direktur RSUD Kanjuruhan, Harry Hartanto menyatakan bahwa pihaknya tengah kesulitan mengatur jadwal pasien cuci darah jika jatah penanganan ditambah. "Karena peralatan cuci darah di RSUD Kanjuruhan hanya ada 6 unit. Alat sebanyak itu hanya bisa digunakan untuk 12 orang pasien secara bertahap," katanya.

Solusi terbaik untuk masalah itu, Harry mengusulkan RSSA Malang harus kembali membuka layanan bagi pasien Jamkesda yang ingin berobat kembali seperti semula. Tanpa bantuan RSSA, maka rumah sakit di Kabupaten Malang tak bisa menampungnya. "Tapi pihak Pemkab Malang masih terus berkoordinasi mencari jalan keluarnya. Masih terus menggelar rapat koordinasi antar instansi terkait. Pasin dan keluarga pasien diharap bersabar," harapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com