Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Salak Condet Masuk Mulut

Kompas.com - 17/07/2012, 19:24 WIB
Josephus Primus

Penulis

KOMPAS.com - Ketimbang salak pondoh, salak condet memang lebih tebal daging buahnya. Di lidah, rasanya pun terbilang manis. "Makanya warga Condet suka menjuluki sebagai salak tamu. Karena, hanya salak terbaik yang disuguhkan untuk tamu," kata Ketua Komunitas Ciliwung Condet Abdul Kodir mengawali perbincangan di tengah rimbunnya pepohonan di bantaran Kali Ciliwung di Jalan Manggung, Bale Kambang, Kramat Jati, Jakarta Timur.

Pada Sabtu pekan lalu, komunitas itu menjadi tuan rumah perhelatan sederhana untuk membangkitkan kembali kepedulian pada pelestarian alam sepanjang sungai yang membelah Jakarta itu. Di atas tanah sekitar 3.000 meter persegi tersebut, tanaman-tanaman khas semacam salak (salacca edulis cognito), jengkol (Pithecollobium jiringa), kecapi (Sandoricum koetjape), dan pucung (Pangium edule) terasa memberikan kesejukan.

Ciliwung adalah nama paling sohor di Jakarta. Apalagi kalau membicarakan soal banjir dan permukiman kumuh. "Sampai sekarang Ciliwung memang selalu terkait dengan banjir dan permukiman kumuh. Saya mengakui itu," kata Kodir.

Ciliwung berhulu sungai di kawasan Gunung Gede, Pangrango, dan kawasan Puncak di Kabupaten Bogor dan Cianjur. Panjang aliran utama sungai ini hampir 120 km dengan daerah pengaruhnya (daerah aliran sungai) seluas 387 km persegi. Wilayah yang dilintasi Ciliwung adalah Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, dan Jakarta.

Inspirasi

Tapi, menurut Kodir, ada banyak hal yang bisa menjadi inspirasi dari Ciliwung. "Ingat, kejayaan kerajaan-kerajaan masa lalu Jakarta dan Jawab Barat berasal dari pemanfaatan transportasi menggunakan Ciliwung," kata anak ketujuh dari sepuluh bersaudara ini.

Lantaran berasal dari keluarga petani, Kodir pun fasih bercerita soal salak condet. Sarjana pertanian dari Universitas Borobudur Jakarta Timur ini mengaku sempat mengalami masa keemasan salak condet pada sekitar 1980-an. "Mulai Oktober hingga Desember, salak condet melimpah," kata pria kelahiran Condet Bale Kambang ini.

Pada masa tersebut, warga di kampungnya kebanyakan mengusahakan perkebunan salak. Saat buah itu begitu tersedia, warga pun menjualnya ke Pasar Minggu. "Kawasan di sini memang lebih dekat dengan Pasar Minggu dibandingkan Pasar Kramat Jati," imbuh Kodir.

Sekarang, Kodir mengaku, masa-masa indah salak pondoh sudah luruh. Warga lebih banyak mengkonsumsi salak pondoh untuk kebutuhan sendiri, tak lagi menjualnya ke pasar.

Tak cuma itu, alih fungsi lahan pun begitu cepat terjadi di Bale Kambang. Lantaran itulah, salak condet seakan menjadi tanaman langka di tanah asalnya. "Terkait dengan Ciliwung, alih fungsi lahan itu masalah yang berat sekarang," kata Kodir lagi.

Adalah banjir besar pada 1997 yang menurut Kodir menjadi titik balik mengangkat kembali citra salak condet dalam lingkup pelestarian Ciliwung. Kodir dan kawan-kawannya yang peduli memilih salah satu sasaran yakni warga sekitar dan anak-anak. Ia tak segan mengajak warga membersihkan bantaran sungai dan melakukan penanaman tanaman khas yang dulu banyak ditemui di Bale Kambang.

Infrastruktur transportasi sungai pun tak luput dari sentuhannya. Bahu-membahu, Kodir dan komunitasnya ikut membangun dermaga kayu sederhana untuk penyeberangan menggunakan perahu eretan atau perahu tambang bagi warga sekitar. "Dulu akses seperti ini ada di setiap RT (Rukun Tetangga)," kata Qodir.

Ke depan, Qodir memang mulai mengajak lebih banyak pemangku kepentingan untuk bersama-sama menggarap tema pelestarian. Salah satunya, aku Qodir dengan pihak perusahaan transportasi terintegrasi, Blue Bird. yang mengusung slogan Green Social for Save Ciliwung. "Nantinya, akan banyak tamu yang berkunjung ke sini karena jaringan yang dimiliki Blue Bird," kata Kodir.

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com