Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bima Arya: Isu SARA Tidak Pengaruhi Rasionalitas Pemilih

Kompas.com - 19/07/2012, 20:22 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menjelang diselenggarakan putaran kedua Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012, banyak berembus isu yang menyinggung suku, agama dan ras (SARA) bagi pasangan calon. Menurut Bima Arya, saat ini pemilih Jakarta sudah rasional sehingga bisa membedakan mana yang benar dan salah.

"Seharusnya isu-isu seperti itu tidak dijadikan subjek utama di Pilkada ini, hal ini menunjukkan sebuah langkah kemunduran, siapa pun kandidatnya jangan menggunakan isu SARA," kata Politisi Partai Amanat Nasional tersebut, dalam Diskusi "Masihkah Layak Survei Politik Kita Percaya?", di Jakarta Media Center, Jakarta, Kamis (19/7/2012).

Namun, ia optimistis saat ini pemilih Jakarta tidak akan terpengaruh oleh isu SARA tersebut. "Saat ini, tingkat rasionalitas pemilih di Jakarta sudah sangat tinggi. Buktinya sudah tiga kali Pilkada di Jakarta menghasilkan pemenang yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan masyarakat Jakarta sudah bisa menerima perbedaan," kata Bima.

Sementara itu, Bima menyarankan kepada kedua pasangan calon Gubernur DKI Jakarta yang masuk kedalam putaran kedua Pilkada 2012, agar tidak saling melempar isu SARA dan seharusnya digunakan sebagai ajang pertajam visi.

"Isu SARA ini sangat sensitif, sebaiknya di putaran kedua, kedua pasangan calon saling beradu gagasan dan mempertajam visi saat melakukan kampanye, sehingga tidak berkesan tebar janji," tutur Dosen Universitas Paramadina tersebut.

Bima dapat memaklumi kinerja Panitia Pengawas Pemilu yang terkesan lamban dalam menangani isu SARA ini. "Saya bisa mengerti kinerja lembaga Panwaslu dalam merespon isu SARA yang terkesan lamban, karena isu ini sangat sensitif, Panwaslu harus berhati-hati dalam menanggapi isu-isu tersebut," katanya.

Adapun Ketua Panwaslu DKI, Ramdansyah, mengatakan bahwa isu SARA sudah banyak terjadi dari awal sebelum diselenggarakan Pilkada 2012. "Kalau dalam putaran pertama, sebelum penetapan Daftar Pemilih Tetap, masa kampanye, sudah ada beberapa kasus SARA yang sudah ditangani oleh Panwaslu. Contohnya, kasus temuan di Jakarta Barat ditemukan 13.000 selebaran yang merujuk SARA ke pasangan calon nomor urut 3, penurunan alat peraga 'berkumis' yang diduga menyudutkan golongan tertentu, dan pelarangan pasangan calon yang melakukan kampanye di rumah ibadah," katanya.

Menurutnya, sampai saat ini pihak Panwaslu belum menemukan indikasi temuan pelanggaran yang berbau SARA. "Kalau dari Pilkada sampai kemarin, Panwaslu belum ada temuan," ujar Ramdansyah.

Namun, lanjut Ramdansyah, sudah banyak laporan dari masyarakat mengenai isu SARA ini. "Laporan dari warga sudah banyak, misalnya pengaduan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), selebaran dari Masjid di Mampang yang mengajak masyarakat untuk jangan memilih pasangan calon yang sekuler, selebaran dari Kamerad mengenai salah satu calon wakil gubernur, temuan di blackberry messenger dan forum internet," katanya.

Ia pun mengatakan, jika ditemukan kasus di media elektronik, menurutnya, harus dikaji sesuai dengan Undang Undang Informasi Teknologi Elektronik (UU ITE). "Temuan-temuan lainnya harus dikaji dahulu, temukan buktinya dan saksi, kalau terbukti itu pelanggaran, akan ada sanksi dr Panwaslu," tandas Ramdansyah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com