Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Omzet Pengemis Selama Ramadhan Menggiurkan

Kompas.com - 27/07/2012, 21:54 WIB
Ali Sobri

Penulis

KOMPAS.com — Bulan suci Ramadhan sepertinya menyadarkan banyak orang untuk senantiasa berbagi terhadap sesama. Wajar, kalau pada kesempatan itu, umat Islam berbondong-bondong memberikan sedekah uang kepada kaum papa, tak terkecuali pengemis di jalanan.

Peminta-minta itu pun tiba-tiba menjamur di persimpangan kota. Di lampu lalu lintas, pasar, dan pinggir-pinggir jalanan ramai pengemis berkeliaran.

Hebatnya, pendapatan mereka tidak sekadar cukup membeli satu dua bungkus nasi dan lauk sederhana, tetapi bahkan lebih melimpah dibanding gaji seorang buruh kasar pabrik biasa.

Sangat menggiurkan! Mutolih (64) adalah salah satu contohnya. Pria asal Tegal ini mengaku tergiur dengan profesi tersebut. Selama beroperasi satu minggu ini, ia sudah memperoleh omzet lebih dari Rp 1 juta.

Pundi-pundi uang itu dikumpulkan Mutolih dalam sebuah kantong plastik hitam. Ketika plastik itu ditumpahkan, ada ratusan lembar dan puluhan uang receh berserakan. Nominalnya mulai Rp 1.000 hingga Rp 50.000. Setelah dihitung jumlah pendapatan Mutolih ternyata lebih dari Rp 300.000. Itu belum termasuk uang receh yang belum rampung dihitung.

"Sudah satu minggu saya begini. Ajakan teman, daripada menganggur di kampung mending kamu ke Jakarta," aku Mutolih sambil menirukan ajakan temannya, Jumat (27/7/2012).

Dia tergiur dengan iming-iming rekannya karena banyak warga Ibu Kota murah hati, apalagi selama bulan Ramadhan. Mutolih mengaku menjalankan "aksinya" sejak pukul 07.00 hingga pukul 13.00.

Sayangnya, dia terangkut oleh petugas Dinas Ketentraman, Ketertiban, dan Perlindungan Masyarakat DKI Jakarta di Masjid Al Azhar, Jakarta Selatan.

"Saya sih enggak tahu di mana saya ditangkap," kata Mutolih yang sejak saat itu menghentikan operasinya sebelum satu minggu berpuasa.

Kini, Mutolih bergabung dengan 60 orang lain di Panti Sosial Kedoya, Jakarta Barat. Ia tinggal di ruangan yang terdiri dari lima barak, Mutolih akan berjejalan di salah satu barak yang khusus menampung laki-laki. Panti Sosial Kedoya itu terdiri dari lima barak. Ada yang dipakai untuk laki-laki dan atau perempuan, mulai dari yang pernah mengemis hingga yang mengidap penyakit kejiwaan. 

Meskipun sudah ada imbauan untuk tidak memberikan uang kepada pengemis, ini tidak menyurutkan niat warga untuk tetap menjadi tangan di atas.

Seperti disampaikan Ketua Dinas Sosial Kedoya Ruminto, total kapasitas panti, menurut dia mencapai 300 orang. Ia juga menyatakan, rata-rata tingkat hunian panti 200 orang.

"Jelang Ramadhan, warga yang tertangkap razia akan semakin banyak lagi. Kemarin kami dapat kiriman 60 orang," kata dia.

Hari ini, sudah 16 orang belum termasuk rombongan Mutolih dkk yang berjumlah enam orang. Ruminto mengaku bingung memperlakukan masyarakat yang terjaring razia.

Menurut dia, warga yang tertangkap pintar mencari alasan agar bisa keluar. Tetapi setelah keluar, akhirnya tertangkap kembali oleh petugas. Namun, tidak sedikit pula yang betah tinggal di panti. Alasanya sederhana, karena pemerintah membiayai kebutuhan hidup mereka.

"Tapi kan tidak mungkin bisa terus-terusan seperti ini," kata dia. 

Setelah tertangkap, warga akan didata. Setelah itu, tim akan mendiskusikan, konsultasi dengan psikolog dan pekerja sosial untuk menentukan langkah apa yang bisa dilakukan kepada warga ini. Ada yang dipulangkan ke kampung halaman dan ada yang dikirim ke panti jompo.

Namun, Ruminto menjelaskan, tidak sedikit pula yang setelah dibebaskan kembali turun ke jalanan. "Akhirnya terjaring razia lagi," kata Ruminto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com