Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Hartati Lama Diperiksa KPK

Kompas.com - 31/07/2012, 06:16 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Hartati Murdaya Poo diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Senin (30/7/2012), selama lebih kurang 13 jam. Pemeriksaan Hartati ini tergolong lama. Pada Jumat (27/7/2012) pekan lalu, pengusaha yang dikenal sebagai pemilik PT Hardaya Inti Plantation (PT HIP) dan PT Cipta Cakra Murdaya (PT CCM) itu juga diperiksa lebih kurang 12 jam oleh penyidik KPK. Hartati diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan suap kepengurusan hak guna usaha (HGU) di Buol, Sulawesi Tengah. Mengapa pemeriksaan Hartati begitu lama?

Seusai diperiksa pada Senin malam, Hartati mengaku tidak berbelit-belit dalam menyampaikan keterangan ke penyidik KPK. Lamanya pemeriksaan dikarenakan Hartati menjawab pertanyaan penyidik secara tertulis. "Lamanya karena saja jawab secara tertulis supaya jelas satu per satu pertanyaannya. Sampai satu pulpen habis," ujar Hartati di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin malam.

Hartati tiba di gedung KPK sekitar pukul 10.00 WIB dan keluar gedung pukul 23.11 WIB. Menurut Hartati, pertanyaan yang diajukan penyidik KPK kepadanya tidak terlalu banyak. "Penjelasan saya yang banyak," tambahnya.

Dalam pemeriksaan sekitar 13 jam itu, Hartati mengaku ditanya penyidik seputar rekaman pembicaraan antara dirinya dan Bupati Buol, Amran Batalipu. Meskipun mengakui pembicaraan tersebut, Hartati enggan mengungkapkan isi percakapannya dengan Amran. Informasi dari KPK menyebutkan kalau rekaman pembicaraan Hartati dengan Amran itu menjadi bukti KPK dalam mengusut keterlibatan Hartati.

Rekaman tersebut diduga berisi permintaan Hartati agar Amran mengurus hak guna usaha (HGU) perkebunan kelapa sawitnya di Buol. Menurut Hartati, isi pembicaraannya dengan Amran seputar hal-hal yang bersifat diplomatis. Dia mengaku tak menghubungi Amran langsung, tetapi disambungkan ke Amran oleh seseorang. "Ada orang telepon, teleponnya dikasih ke saya, tapi ngomongnya diplomatis saja, ya enggak ngomong apa-apa," katanya.

Hartati pun tidak menjawab secara tegas saat ditanya perihal pertemuannya dengan Amran. Meskipun demikian, dia mengakui pernah bertemu dengan Amran.

"Bukan pertemuan, bertemu aja di lobi, tapi enggak banyak ngomong apa-apa," ucap Hartati saat ditanya ihwal pertemuannya dengan Amran.

Hartati juga mengeluhkan sistem manajemen perizinan di Indonesia yang dianggap menyulitkan pengusaha.

"Karena seperti kami ini sudah berjuang ke daerah terpencil karena terpanggil dan sebagainya, tapi terjadi salah paham seperti ini. Saya kan akhirnya jadi korban," ujar Hartati.

Sebelumnya, Patra M Zein selaku pengacara Hartati mengatakan kalau kliennya diperas Bupati Buol. Seusai diperiksa Jumat (27/7/2012) pekan lalu, Hartati mengakui pernah dimintai uang Rp 3 miliar oleh Amran. Dari Rp 3 miliar yang diminta, hanya diberikan Rp 1 miliar. Namun, menurut Hartati, bukan dirinya yang memberi suap ke Amran.

Adapun uang tersebut, katanya, diberikan ke Amran terkait kondisi keamanan PT HIP dan PT CCM di Buol yang terancam. Dalam kasus dugaan suap kepengurusan HGU ini, KPK menetapkan tiga tersangka, yaitu Bupati Buol Amran Batalipu dan dua petinggi PT HIP, yakni Yani Anshori dan Gondo Sudjono. Kedua anak buah Hartati itu diduga menyuap Amran terkait kepengurusan HGU di Kecamatan Bukal, Kabupaten Buol.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    [POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

    [POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

    Nasional
    Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

    Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

    Nasional
    PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

    PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

    Nasional
    Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

    Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

    Nasional
    PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

    PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

    Nasional
    ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

    ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

    Nasional
    Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

    Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

    Nasional
    PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

    PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

    Nasional
    Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

    Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

    Nasional
    Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

    Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

    Nasional
    Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

    Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

    Nasional
    Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

    Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

    Nasional
    Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

    Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

    Nasional
    Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

    Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com