Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspadai Praktik Politik Uang

Kompas.com - 17/09/2012, 03:14 WIB

Jakarta, Kompas - Menjelang hari pemungutan suara Pilkada DKI Jakarta putaran kedua, segenap pihak diminta waspada terhadap praktik politik uang. Modus politik uang yang digunakan semakin beragam, tak sekadar bagi-bagi uang kepada pemilih.

Sejumlah elemen masyarakat kembali menyerukan gerakan antipolitik uang, Minggu (16/9). ”Pemilihan gubernur harus menjadi ruang pemenuhan kedaulatan warga Jakarta. Politik uang merupakan ancaman besar bagi demokrasi dan daulat rakyat. Politik uang telah mencederai integritas pemilu dan daulat warga. Karena itu, warga DKI harus cerdas dan jeli memilih gubernur. Bukan karena uang, melainkan program,” demikian bunyi deklarasi antipolitik uang yang dicanangkan di depan Pintu I Sektor 1 Gelora Bung Karno, Senayan.

Sejumlah lembaga dan organisasi, antara lain Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Perludem, KIPP Jakarta, JPRR, Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat (PPUA Penca), dan Solidaritas Perempuan, hadir dalam acara tersebut.

Selain orasi, mereka membagikan buklet bergambar kartun tentang antipolitik uang, buletin serta selebaran berisi profil, visi, misi, dan program dua pasang calon gubernur dan wakil gubernur; dan stiker bertuliskan ”Stop Politik Uang! Pemilih Jakarta Antipolitik Uang. Jangan Ambil Uangnya!”

Pada kesempatan itu, Ketua KPU DKI Jakarta Dahliah Umar mengatakan, ajang itu makin menegaskan komitmen untuk menolak politik uang. ”Tak ada makan siang gratis. Kalau ada peserta pilkada yang coba-coba bayar pemilih, pasti akan bertindak korup ketika terpilih,” katanya.

Jika tidak ingin menggadaikan masa depan Jakarta, lanjut Dahliah, pemilih hendaknya memilih calon yang memiliki visi, misi, dan program yang cerdas.

”Jangan memilih calon gubernur hanya karena dia punya banyak uang atau memiliki banyak donatur agar bisa membeli suara,” ujarnya.

Bentuk lain

Menurut Dahliah, modus politik uang sekarang sudah semakin inovatif. Caranya tidak sekadar membagi-bagikan uang saat kampanye, tetapi juga pada detik-detik menjelang pemungutan suara atau sehari menjelang pemungutan suara. Bentuknya pun belum tentu uang tunai, tetapi bentuk lain, seperti bahan kebutuhan pokok dan barang-barang lainnya.

Yang pernah terjadi pada putaran pertama, pemilih mendokumentasikan pilihannya untuk kemudian dimintakan uang kepada calon yang bersangkutan seperti yang telah dijanjikan.

”Atau surat suara dilubangi pada wajah sehingga bisa jadi bukti memilih. Kami tegaskan, surat suara yang berlubang seperti itu dinyatakan rusak dan tidak sah,” tutur Dahliah.

Oleh karena itu, pemilih kini dilarang membawa kamera atau telepon seluler yang dilengkapi kamera ke dalam bilik suara.

Panitia pengawas pemilu memiliki relawan untuk mengawasi sampai ke tingkat paling rendah karena pembagian uang itu terjadi pada jam-jam yang tak diketahui. ”Laporkan jika Anda dapati ada dugaan atau percobaan suap kepada pemilih. Kami sudah menerima laporan pembagian sembako di beberapa kecamatan,” ungkap M Juhri, anggota Panwaslu DKI Jakarta.

Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja mengatakan, pihaknya telah mengundang kedua pasangan calon untuk menandatangani pakta integritas.

”Seorang tokoh sangat menentukan ke arah mana jalannya pemerintahan. Pilih tokoh yang bersih, yang jelas rekam jejaknya, serta lihat integritas dan programnya. Sudah banyak pejabat yang ditangkap KPK,” katanya.

Siap awasi

Warga yang hadir dalam deklarasi itu juga menyatakan tidak akan menggadaikan kebebasan memilih dengan uang. Mereka menyatakan siap mengawasi dan memantau Pilkada DKI Jakarta agar bersih dari praktik politik uang.

Menurut Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini, warga, terutama pemilih, diposisikan sebagai obyek dalam pertarungan politik dua kandidat.

”Marak ditemukan tindakan tak etis oleh pasangan calon, tim kampanye, atau pihak terkait lain. Putaran kedua ini rasanya semakin berat bagi warga untuk mendapatkan keadilan. Padahal, merekalah aktor utama yang menjadi penentu keberhasilan pemilihan gubernur,” paparnya.

Deklarasi serupa juga digelar kemarin di Bundaran Hotel Indonesia. Elemen masyarakat yang menamakan diri sebagai Aliansi Warga Jakarta untuk Pilkada Bersih membentangkan kain putih sepanjang 30 meter berisi tanda tangan mendukung penolakan politik uang.

Lembaga dan organisasi, antara lain Indonesia Corruption Watch (ICW), Indonesian Budget Center (IBC), dan LBH Jakarta, mengajak para pemilih dalam Pilkada DKI Jakarta putaran kedua untuk menolak praktik politik uang. Tak hanya itu, aliansi itu juga menyerukan agar para calon gubernur dan wakil gubernur tidak menggunakan fasilitas pemerintah dan dana APBD untuk kampanye. (FRO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com