Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tekan Insiden dengan Dana yang Terbatas

Kompas.com - 05/10/2012, 03:03 WIB

Jakarta, Kompas - Perjalanan KRL tanpa kecelakaan harus diberlakukan di Jabodetabek. Akan tetapi, konsep keandalan prima ini tidak bisa terwujud tanpa dukungan anggaran yang memadai.

”Apabila kita ingin mencapai target penumpang 1,2 juta orang per hari, tidak mungkin menggunakan sistem pengamanan manual. Semua harus otomatis untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Tidak boleh lagi ada toleransi kecelakaan,” ujar peneliti perkeretaapian LIPI, Taufik Hidayat, Kamis (4/10).

Namun, penggantian sistem ini bukanlah barang murah. Di banyak negara, termasuk negara maju, subsidi pemerintah atas kelengkapan infrastruktur perkeretaapian mereka masih dikucurkan. Dengan demikian, sistem perkeretaapian modern bisa diterapkan, sedangkan harga tiket tetap terjangkau.

Kondisi itu berbeda dengan Jabodetabek. Biaya perawatan prasarana (infrastructure maintenance and operation/IMO) kerap disamakan dengan biaya sewa akses rel (track access charge/ TAC) yang harus dibayarkan PT Kereta Api Indonesia (KAI) kepada pemerintah. Padahal, kondisi senyatanya, banyak prasarana yang mesti dibenahi dan ditingkatkan kualitasnya.

Sebagai informasi, PT KAI mengajukan IMO tahun 2012 sebesar Rp 1,5 triliun. Rinciannya, untuk biaya perawatan infrastruktur sebesar Rp 1,1 triliun dan operasional infrastruktur Rp 400 miliar. Akan tetapi, hingga kemarin dana belum juga turun.

Sementara perawatan di lapangan tidak bisa ditangguhkan. Hal itu yang menyebabkan terjadi penundaan peremajaan sarana dan prasarana akibat keterbatasan dana perusahaan.

Direktur Utama PT KAI Ignasius Jonan mengatakan, pihak manajemen terus berupaya mencapai target nol kecelakaan dengan kondisi perusahaan seperti sekarang ini. Tekad itu terus disuarakan setiap waktu.

Hasilnya, angka kecelakaan dapat ditekan meskipun belum maksimal. Angka kecelakaan dalam empat tahun terakhir menurun dibandingkan dengan rata-rata perjalanan kereta yang mencapai 400.000 per tahun.

Sebagai gambaran, tahun 2009 angka kecelakaan kereta 85 kejadian, tahun 2010 turun jadi 67 kecelakaan, dan tahun 2011 turun lagi menjadi 52 kecelakaan.

Sementara Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan Bambang Ervan mengatakan, beban perawatan rel ada di PT KAI. ”Meskipun dana dari pemerintah belum turun, perawatan harus tetap dilakukan, dong,” ujarnya.

Kronologi

Terkait dengan anjloknya KRL di Stasiun Cilebut, PT KAI berjanji akan terus mengevaluasi kejadian. Pada saat kejadian, semua pintu kereta dalam keadaan tertutup sehingga penumpang masih aman di dalam kabin. Penumpang yang menunggu di peron juga sempat menghindar ketika kereta nomor tiga membentur peron. Dengan begitu, korban jiwa bisa dihindari.

Kereta yang mengalami kecelakaan juga bukan kereta pertama yang melintas di jalur itu, kemarin. ”Itu merupakan kereta ke-13 yang lewat, tetapi patahnya rel ini tidak terdeteksi sebelumnya,” ujar Kepala Humas PT KAI Daop 1 Mateta Rijalulhaq.

Kecepatan kereta saat itu diperkirakan 10-20 kilometer per jam.

Taufik Hidayat mengatakan, di beberapa negara, kecelakaan di area stasiun juga kerap terjadi karena ada kekenduran kesiagaan. Operator menganggap sekitar stasiun merupakan daerah yang aman karena kereta melambat. (RAY/ART/AST)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com