JAKARTA, KOMPAS.com — Berbagai elemen masyarakat menyampaikan dukungannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan mendatangi Gedung KPK di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (8/10/2012). Tak hanya dari kalangan aktivis dan akademisi, dukungan juga disampaikan para pemulung.
Sebanyak 20 pemulung wanita tampak mendatangi Gedung KPK sambil membawa kardus bertuliskan dukungan terhadap KPK dalam memberantas korupsi seperti "Pemulung lebih mulia daripada koruptor", "Sampah Membawa Berkah", dan "Korupsi Membawa Musibah".
Beberapa di antara para pemulung ini masih memegang karung untuk memulung. Mereka sempat berunjuk rasa di depan kantor KPK. Sugiyo, salah seorang pemulung yang menjadi peserta unjuk rasa, berteriak bahwa korupsi menjadikan para pemulung semakin menderita.
"Kami minta pejabat-pejabat tidak ada yang korupsi. Kalau mereka korupsi, bagaimana dengan kami?" kata Sugiyo.
Setelah berorasi sekitar 10 menit, para pemulung ini kemudian masuk ke dalam Gedung KPK dengan membawa satu buah kaleng berisi koin-koin dan uang kertas Rp 20.000.
"Ini uang hasil jerih payah kami sebagai dukungan buat KPK," kata salah seorang demonstran.
Seperti diberitakan, ketegangan KPK dan Polri terjadi menyusul upaya Polri menangkap penyidik KPK, Komisaris Novel Baswedan, pada Jumat (5/10/2012) malam lalu. Novel yang berperan dalam pengungkapan kasus dugaan korupsi Korlantas Polri dituding bertangung jawab atas dugaan kasus penganiayaan yang menyebabkan kematian terhadap enam pencuri sarang walet di wilayah Kepolisian Daerah Bengkulu pada 2004. Saat itu, Novel berpangkat iptu dan menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal Polda Bengkulu.
Surat perintah penangkapan Komisaris Novel Baswedan Nomor 136/X/2012 oleh Polda Bengkulu didasarkan atas laporan dua dari enam korban penembakan atas nama Dedi Mulyadi dan Irwansyah. Laporan keduanya diterima Polda Bengkulu pada 1 Oktober 2012. Terkait upaya penangkapan Komisaris Novel ini, KPK menyatakan sikapnya akan mempertahankan salah satu penyidik andalnya itu.
"Posisi Novel penting di KPK. Dia tidak hanya penyidik, tapi juga simbol," kata Johan dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Minggu (7/10/2012) malam.
Novel dinilai berperan dalam sejumlah kasus yang ditangani seperti kasus dugaan korupsi pengadaan simulator ujian SIM Korlantas Polri, penangkapan Bupati Buol Amran Batalipu yang tertangkap tangan menerima suap, kasus wisma atlet, dan kasus dugaan korupsi pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) di Riau beberapa waktu lalu.
Desakan agar Presiden segera menyatakan sikapnya terkait konflik itu pun juga muncul di dunia maya melalui taggar twit #SaveKPK #Presidenkemana. Melalui Menteri Sekretariat Negara Sudi Silalahi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan mengambil alih kasus ini dan menyampaikan keterangan persnya pada hari ini.
"Berhubung perkembangan situasi semakin tidak baik, Presiden akan segera mengambil alih untuk menyampaikan kepada rakyat besok Senin atau paling lambat Selasa," kata Sudi, dalam jumpa pers di Istana Negara, Minggu (7/10/2013).
Menurut Sudi, selama ini Presiden mendengar komentar masyarakat yang memintanya agar mengambil alih polemik kedua institusi. Namun, sebelum mengambil alih, Presiden terlebih dahulu menekankan agar KPK dengan kepolisian berkoordinasi sesuai dengan nota kesepahaman (MOU) yang terbentuk di antara mereka. Berhubung perkembangan situasi semakin tidak baik, lanjutnya, Presiden merasa perlu mengambil alih. Sudi mengatakan kalau permasalahan KPK-Polri ini sudah dimanipulasi. Media-media tertentu, katanya, membesar-besarkan masalah tersebut.
Berita terkait polemik antara Polri dan KPK dapat diikuti dalam topik "Polisi vs KPK"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.