Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPAI: Tawuran Pelajar, Orangtua Perlu Dihukum

Kompas.com - 11/10/2012, 14:20 WIB
Joe Leribun

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Tawuran pelajar yang terjadi bertubi-tubi, khususnya di Jakarta, telah mencapai taraf yang memprihatinkan. Serempak, baik masyarakat maupun pemerintah, mengecap anak-anak ini sebagai pelaku kriminal, penjahat yang perlu dihukum seberat-beratnya.

Menurut Ketua Satgas Perlindungan Anak KPAI M Ihsan, pandangan tersebut menunjukkan sikap masyarakat yang kurang bijaksana. "Pernahkah kita bertanya, mengapa anak-anak tega membunuh temannya sendiri? Apakah tidak ada andil dari pihak lain yang menyebabkan anak tega melakukan tindakan seperti ini?" kata Ihsan sebelum menerima kunjungan Komite SMA Negeri 70 Jakarta di Kantor KPAI, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (11/10/2012).

Dia menilai, salah satu faktor penyebab terjadinya tawuran antarpelajar ialah ketidakmampuan orangtua dalam menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya dalam melindungi anak. Padahal, dalam Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA) Pasal 26 Ayat 1 telah ditegaskan bahwa orangtua berkewajiban dan bertanggung jawab dalam melindungi anak, baik dalam hal mengasuh, memelihara, mendidik, melindungi, maupun mengembangkan bakat anak.

"Tawuran ini kan bentuk kekerasan yang mengancam keselamatan anak. Jadi, sudah seharusnya orangtua bertanggung jawab. Selama ini, proses hukum yang terjadi hanya sebatas pada anak yang dianggap sebagai perilaku kriminal, tanpa menyentuh apa alasan mendasar di balik sikap anak-anak tersebut," kata Ihsan.

Menurut Ihsan, sebagai makhluk yang hidup dalam lingkungan sosial, tentunya beban tersebut juga merupakan tanggung jawab masyarakat, tetapi institusi terdekat dengan anak dan yang memantau perkembangan anak adalah keluarga.

"Jika terjadi penelantaran, diskriminasi, dan eksploitasi terhadap anak, itu berarti orangtua kurang tegas dengan tanggung jawab dan kewajibannya. Misalnya tawuran, menggambarkan ketidakmampuan orangtua menjalankan kewajiban yang berakibat pada penelantaran," ujarnya.

Untuk menimbulkan efek jera dari para pelaku tawuran ini, aparat penegak hukum seharusnya perlu menyelesaikan masalah tawuran dengan menelusuri akar permasalahan hingga ke ranah keluarga dari para pelajar yang terlibat dalam tawuran. Sebab, penelantaran oleh orangtua dalam UUPA dapat diancam dengan hukuman pidana.

Sebagaimana diatur dalam UUPA Pasal 77, setiap orang yang dengan sengaja melakukan penelantaran terhadap anaknya hingga menyebabkan anak menderita, baik fisik mental maupun sosial, dipidana penjara paling lama lima tahun atau denda Rp 100 juta.

"Orangtua juga harus diproses. Tidak adil jika semuanya menjadi kesalahan anak, seakan-akan anak-anak hidup di lingkungan berbeda dari orangtua dan orangtua tidak punya hubungan sama sekali dengan anaknya," kata Ihsan.

KPAI juga menilai, sikap masyarakat yang menginginkan agar anak pelaku tawuran dihukum seberat-beratnya tidak menyelesaikan masalah. "Pengalaman, banyak kasus tawuran anak yang kami dampingi, proses hukum tidak mengubah mereka menjadi baik, malah sebaliknya. Sebab, dalam tahanan, anak-anak ini berinteraksi dengan para pelaku kriminal lainnya, lalu ketika keluar tahanan kembali melakukan kejahatan," katanya.

Ihsan juga mengatakan bahwa masyarakat dan pemerintah juga perlu menciptakan sebuah lingkungan yang memberi ruang bagi keluarga agar bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anak. KPAI mencatat pada tahun 2012, sekitar 103 korban tawuran antarpelajar di Jabodetabek, 17 orang di antaranya meninggal dunia, 39 orang mengalami luka berat, dan 48 orang mengalami luka ringan.

Berita terkait dapat diikuti di topik : TAWURAN BERDARAH

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com