Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUMAH KENANGAN HENK NGANTUNG

Kompas.com - 14/10/2012, 03:32 WIB

Oleh Madina Nusrat

”Saya bertahan di rumah ini karena penuh kenangan dengan Pak Henk,” tutur Evelyn, tentang rumah yang ditinggali bersama almarhum suaminya, mantan Gubernur DKI Jakarta 1964-1965. Rumah gubernur itu hampir seluruh atapnya bocor.

Rumah itu bagi Evelyn, merupakan bagian hidupnya. Di sini, seluruh kenangan suami tercinta, Henk Ngantung (1921--1991), mengisi kehidupan Evelyn.

Evelyn tinggal sendiri di rumah yang dibeli lebih dari 30 tahun silam. Rumah yang berukuran cukup besar, dengan halaman luas, itu berada di kawasan permukiman padat penduduk di Jalan Dewi Sartika, Jakarta Timur. Hanya saja, kondisinya sangat memprihatinkan. Hampir setiap atapnya bocor. Banyak ruangannya yang tak bisa lagi digunakan. Beberapa foto dan lukisan akhirnya hanya ditaruh di kursi karena tidak aman jika dipajang di dinding.

Begitu pula dengan tumpukan sketsa hasil karya Henk, hanya bisa disimpan dalam lemari. Salah satunya adalah sketsa monumen Selamat Datang di Bundaran HI.

Bahkan, kini Evelyn hanya menempati ruangan dapur sebagai kamar tidurnya. ”Hanya tinggal ruangan ini yang aman untuk tidur. Yang lainnya sudah bocor atapnya,” kata Evelyn.

Peristiwa penumpasan Gerakan 30 September 1965, merupakan titik awal perubahan kehidupan yang dialami Evelyn dan Henk Ngantung. Kejadian itu juga menjadi awal keputusan mereka pindah dari tempat tinggalnya yang semula di kawasan cukup elite di Jakarta, Jalan Tanah Abang II, ke permukiman padat di pinggir Jalan Dewi Sartika.

”Kita jual rumah itu karena tidak punya uang lagi. Kan sejak Pak Henk dicopot sebagai gubernur tahun 1965, Pak Henk tidak diberi pensiun. Sampai akhirnya tahun 1980, baru diberi uang pensiun oleh pemerintah,” tutur Evelyn.

Dari penjualan rumah di Jalan Tanah Abang II, kata Evelyn, digunakan untuk membeli rumah di Jalan Dewi Sartika seharga Rp 5,5 juta. Rumah itu dibeli dari salah seorang kawannya. Sejak pertama kali dibeli rumah itu sudah berada di tengah permukiman padat. Jalan aksesnya hanya gang sempit berkelok-kelok yang hanya bisa dilalui satu sepeda motor. ”Karena tidak bisa masuk ke dalam rumah, mobil numpang parkir di pinggir jalan,” katanya.

Meski ada di gang, Evelyn mengaku, sangat menyukai rumah itu. Rumahnya besar dan halamannya luas. ”Tetangga di sini semuanya baik. Saya sakit saja, tetangga yang memberi saya makan,” katanya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com