Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan Mengatasi, tetapi Mengendalikan Kemacetan

Kompas.com - 16/10/2012, 22:43 WIB
Imanuel More

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat transportasi, Harun Al-Rasyid Lubis, menilai problem kemacetan di Jakarta sulit diatasi. Yang dapat dilakukan pemerintah adalah mengendalikan kemacetan.

"Pertanyaan yang benar adalah bagaimana mengendalikan macet, bukan mengatasi macet," kata Harun dalam diskusi bertema "Otak Atik Transportasi Jakarta" di Cilandak, Jakarta Selatan, Selasa (16/10/2012) malam.

Menurut peneliti dari Transportation Research Group Institut Teknologi Bandung (ITB) ini, pertanyaan tentang solusi kemacetan seharusnya terarah pada seluruh elemen penyumbang macet, termasuk pejalan kaki dan pengguna angkutan umum. Kemacetan baru bisa dikendalikan jika seluruh elemen yang berkontribusi pada kemacetan dapat dikendalikan.

"Di benak saya sederhana saja, kalau setiap elemen penyumbang macet tidak bisa diatur dan dikendalikan, mana mungkin macet bisa diatasi," ujar Harun.

Ada tiga alasan yang dikemukakan Harun atas pernyataan di atas. Pertama, pertumbuhan tingkat kepemilikan kendaraan bermotor yang meningkat seiring kenaikan daya beli masyarakat. Kedua, intuisi pejabat atau pengambil keputusan yang menilai kapasitas ruang angkut atau jalan bisa mengurai kemacetan. Ketiga, tata ruang yang tak terkendali.

Terkait alasan pertama, Harun mengutarakan, ekonomi Indonesia masih menggeliat. Pertumbuhan ekonomi tersebut berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan warga, termasuk daya beli kendaraan bermotor. Problemnya, pertumbuhan daya beli itu cenderung belum mencapai titik jenuh sehingga diperkirakan masih sulit dikendalikan dalam jangka pendek.

"Pemilikan kendaraan, walaupun tumbuh cepat, masih sangat di bawah tingkat jenuh, yakni 650 sampai dengan 700 kendaraan pribadi per 1.000 penduduk. Rata-rata kota besar di Indonesia masih di bawah 200 per 1.000 penduduk," papar Harun.

Problem kedua adalah peningkatan ruang angkut berupa pembangunan jalan tol sebagai solusi kemacetan. Pertimbangan logis para pengambil keputusan adalah dengan bertambahnya kapasitas ruang angkut berupa percepatan pembukaan ruas tol baru, maka kemacetan dapat terurai. "Justru setelah jalan tol dibangun, malah mendorong pemilikan dan penggunaan kendaraan pribadi," ujar Harun.

Terkait persoalan tak terkendalinya tata ruang kota, Harun menamakan problem tersebut sebagai bahaya laten kemacetan. Perubahan formasi ruang kota dan menciutnya ruang terbuka hijau seakan-akan sudah menjadi pola komersialisasi lahan yang terbentuk antara pengembang dan pemberi izin. Akibatnya, program penataan transportasi yang terpadu dengan kawasan permukiman, komersial, perkantoran, dan moda transportasi lainnya menjadi lebih sulit. Dampak lebih jauh adalah merosotnya mutu lingkungan dan peningkatan polusi udara, serta minimnya minat investor.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com