Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RDTR Bisa Belenggu Jokowi-Basuki

Kompas.com - 22/10/2012, 01:47 WIB

Jakarta, Kompas - Rencana Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama melakukan berbagai perubahan di Jakarta bisa terbelenggu Rencana Detail Tata Ruang DKI Jakarta 2030. Draf RDTR menunjukkan banyak pasal yang belum sinkron dengan berbagai rencana yang pernah disampaikan pemimpin baru Jakarta itu.

Rencana Jokowi-Basuki mengembangkan transportasi massal, misalnya, belum sinkron dengan draf RDTR 2030. Jika tidak ada penyesuaian naskah RDTR dan kemudian naskah itu disetujui untuk disahkan DPRD DKI, langkah pembenahan transportasi Jokowi-Basuki bisa terganjal.

Draf RDTR DKI Jakarta ini dipersiapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masa sebelumnya dan sudah disampaikan kepada DPRD DKI. Ditargetkan akan disahkan pada Desember 2012. RDTR merupakan produk hukum turunan dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta 2030 yang sudah disahkan pada 24 Agustus 2011. RTRW dan RDTR akan menjadi pedoman penataan wajah Kota Jakarta hingga tahun 2030. Sebagian perencanaan dalam rancangan RDTR sudah diatur secara detail, tetapi sebagian lagi masih sangat umum.

Pada draf RDTR yang diterima Kompas disebutkan bahwa jalur bus transjakarta pada 2030 berjumlah 15 koridor, padahal saat ini transjakarta sudah melayani 11 koridor. Artinya, hanya akan ada tambahan 4 koridor selama 18 tahun. Jalur pada empat koridor yang akan ditambah juga belum dirinci melewati daerah mana saja, termasuk lokasi halte yang akan dibangun.

Rencana pembangunan monorel tertera dalam rancangan RDTR berupa light rail transit yang termasuk dalam pengembangan jaringan perkeretaapian. Namun, monorel hanya meliputi satu rute saja, yakni jalur melingkar melalui Kecamatan Tanah Abang, Setiabudi, dan Mampang Prapatan. Rute monorel ini juga tidak dirinci, termasuk stasiun yang akan disinggahi.

Berarti, jika draf RDTR ini disahkan, Pemprov DKI Jakarta tidak bisa membangun monorel lebih dari satu pelintasan hingga tahun 2030 karena akan menabrak aturan. Padahal, Wakil Gubernur Basuki pernah melontarkan rencana pembangunan monorel di tiga jalur (Kompas, 20 Oktober 2012). Pada awal perencanaan, monorel juga sempat dirancang dua jalur, yakni jalur hijau dan jalur biru. Proyek pembangunan monorel yang terhenti saat ini adalah jalur hijau.

Pembangunan mass rapid transit (MRT) sudah dijabarkan untuk rute pelintasan selatan-utara, yakni melewati Lebak Bulus, Fatmawati, Cipete, Blok M, Senayan, Bendungan Hilir, Setia Budi, Dukuh Atas, Sarinah, Harmoni, Glodok, dan Stasiun Kota Besar. Lokasi stasiun juga sudah dirinci per kecamatan. Tercatat ada delapan kecamatan yang akan dilewati MRT ini.

Ada pula rencana pengembangan jaringan MRT timur-barat serta jalur pelintasan penghubung. Namun, belum ada rincian jalur yang akan dilewati di jalur timur-barat serta jalur pelintasan penghubung. Padahal, anggaran pembangunan MRT ini dari utang dan nilainya triliunan rupiah.

Dalam rancangan RDTR juga tidak disinggung tentang railbus dan trem. Kedua jenis moda transportasi ini pernah disebut akan dikerjakan Gubernur Joko Widodo.

Jalan tol terinci

Terkait pembangunan jalan tol, dalam draf RDTR justru tertulis sangat rinci. Total ada 43 rencana pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan jalan tol di Jakarta dalam kurun 18 tahun ke depan.

Tertulis antara lain jalan tol melalui Kecamatan Gambir, sejajar rel kereta dan Kanal Banjir Barat yang menghubungkan Kelurahan Duri Pulo hingga Tanah Abang; jalan tol melalui Kecamatan Pademangan sejajar Jalan Lodan Raya.

Ada juga jalan tol melalui Kecamatan Duren Sawit, yaitu sejajar Jalan KH Noer Ali atau perbatasan Bekasi-batas Kecamatan Makasar; jalan tol di Kecamatan Pesanggrahan sejajar Jalan Bintaro Permai dan jalan tol sejajar Jalan Ulujami yang menghubungkan Kecamatan Pesanggrahan hingga Kembangan; serta jalan tol sejajar Jalan KH Zainul Arifin dan Jalan Sukarjo Wiryopranoto.

Kepala Dinas Tata Ruang DKI Jakarta Agus Subandono melalui pesan singkat mengatakan, pihaknya masih membahas draf RDTR dengan DPRD DKI.

Pengamat tata kota Nirwono Joga mengingatkan betapa berbahayanya jika RDTR ini lolos begitu saja dan disetujui untuk disahkan DPRD.

”Kalau jalan tol yang disasar, omong kosong tentang pembangunan angkutan massal,” katanya.

Kepala Laboratorium Transportasi Universitas Indonesia Ellen Tangkudung juga mengingatkan, seharusnya RDTR tidak boleh bertentangan dengan rencana kepala daerah. (ART)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com