Jakarta, Kompas -
Pengajar kebijakan publik Universitas Indonesia, Andrinof Chaniago, Senin (29/10), mengatakan, tidak ada masalah hukum jika pembahasan rencana detail tata ruang (RDTR) diundur. Hal itu lebih baik daripada dokumen RDTR tidak mengakomodasi kepentingan warga. Jika RDTR tidak lengkap, implikasinya malah bisa lebih serius, eksekutif dapat menabrak aturan hukum jika isi dokumen tidak lengkap. Prioritas pembangunan juga tidak seperti yang dibutuhkan warga.
Kepala Jurusan Perencanaan Kota dan Real Estat Universitas Tarumanagara Suryono Herlambang dan arsitek lanskap Nirwono Joga mengharapkan pengesahan RDTR bisa ditunda hingga Juni 2013. Waktu itu bisa dimaksimalkan untuk penyusunan dokumen RDTR yang dipahami masyarakat, proses partisipasi, laporan hasil partisipasi, hingga pengesahan dan penyusunan legal drafting.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menyosialisasikan draf RDTR melalui situs internet. Draf tersebut akan diunggah di situs www.sosialisasirdtrdkijakarta.com dan www.forumrdtrdkijakarta.com.
”Pekan ini, draf itu akan
Salinan draf RDTR akan
”Kalau warga masih menginginkan penjelasan atau menyampaikan langsung aspirasi, bisa datang ke sekretariat Jakarta City Planning Galery di Gedung Dinas Teknis Jalan Abdul Muis, Jakarta Pusat,” ujar Basuki.
Warga pun bisa menghubungi pusat layanan di nomor telepon 021-3857777. Dengan berbagai sarana itu, diharapkan warga aktif memberikan masukan.
Kepala Dinas Tata Ruang DKI Agus Subandono mengakui, RDTR yang saat ini ada perlu dilengkapi. Proses masukan dari warga belum cukup. ”Target awalnya diselesaikan Desember 2012. Namun, karena kami
Dari pantauan Kompas di lapangan, banyak kelurahan dan warga belum mendapatkan sosialisasi. ”Saya juga belum tahu
Camat Tambora, Jakarta Barat, Isnawa Aji mengatakan hal senada. ”Pekan ini kami baru mendiskusikan di kantor wali kota,” ujarnya. Menurut Isnawa, para lurah dan pengusaha menengah akan mengusulkan adanya pembangunan rumah susun sederhana sewa untuk kalangan produsen garmen, termasuk pekerjanya.
Peneliti pada Rujak Center
Menurut Dian, selama ini RDTR tidak didesain ada partisipasi. Warga tidak diajak bermimpi tentang kota yang akan diwujudkan tahun 2030.
Pemprov DKI, menurut Dian, bisa mencontoh sosialisasi rencana tata ruang yang dilakukan sejumlah kota di dunia, seperti Sydney atau New York. Kedua kota besar ini menyosialisasi rencana tata ruang lewat internet dalam bahasa yang populer dan mudah dimengerti.
RDTR juga seharusnya disinkronkan dengan APBD DKI. Jika tidak, perencanaan yang dituliskan tidak akan terwujud.
Saat ini, beberapa pasal dalam draf RDTR tidak berkaitan. Sebagai contoh, beberapa daerah disebutkan sebagai kawasan rawan banjir, tetapi tidak tergambar langkah lanjutan untuk mencegah banjir. Solusi yang dimunculkan juga hanya kegiatan fisik mengatasi permasalahan dalam jangka waktu 1-2 tahun.(NEL/NDY/ART/WIN/FRO)