Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buruh Tuntut Pemerintah

Kompas.com - 22/11/2012, 03:09 WIB

Jakarta, Kompas - Ribuan buruh berpawai dari Bundaran Hotel Indonesia menuju Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (21/11), menolak Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mewajibkan rakyat mengiur untuk menikmati manfaat jaminan sosial. Mereka menuntut pemerintah agar bertanggung jawab.

Ribuan buruh dari sedikitnya 17 elemen ini bergabung dalam Front Nasional Tolak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial-Sistem Jaminan Sosial Nasional (BPJS- SJSN).

Ketua Umum Serikat Pekerja Nasional Bambang Wirahyoso mengatakan, dia dan elite elemen aksi telah menyerahkan pernyataan sikap tertulis kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui pejabat Sekretariat Negara karena Presiden berada di luar negeri.

Mereka menilai, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS melanggar Pasal 28 UUD 1945. Mereka meminta Presiden agar segera bersikap dalam dua minggu. Buruh juga menuntut pemerintah menuntaskan berbagai masalah ketenagakerjaan, seperti alih daya, upah, dan penegakan hukum.

”Ini masalah fundamental. Rakyat mungkin baru sadar tentang kewajiban iuran kepesertaan SJSN. Kewajiban negara kok diserahkan kepada rakyat? Persoalannya bukan hanya iuran. Undang-undang ini sudah banyak persoalan. Bagaimana rakyat membayar iuran jaminan kesehatan untuk menikmati layanan kesehatan, padahal sesungguhnya itu kewajiban pemerintah,” ujar Bambang seusai aksi.

Menurut Bambang, UU BPJS sangat kuat karena mampu mengalahkan UU No 3/1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yang mewajibkan pemberi kerja menanggung iuran jaminan kesehatan pekerja. Ia mengatakan, mereka akan terus berunjuk rasa menentang SJSN.

”Kalau Presiden tidak menyelesaikan, rakyat akan mengambil keputusan sendiri-sendiri. Kami akan menarik seluruh dana Jaminan Hari Tua yang ada di Jamsostek,” lanjutnya.

Bambang mengatakan, aksi Front Nasional Tolak BPJS-SJSN juga berlangsung di sejumlah kota. Mereka akan terus berunjuk rasa, sampai Presiden menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.

Ribuan buruh berkumpul di Bundaran HI dan kawasan Gambir, Jakarta. Buruh berkumpul sejak pukul 10.00. Setelah berorasi di Bundaran HI, mereka berjalan ke Istana Merdeka mulai pukul 12.30.

Aksi ini membuat arus lalu lintas di Jalan MH Thamrin, Sudirman, dan sekitarnya macet parah. Polisi berusaha mengalihkan arus lalu lintas supaya pengguna jalan tidak terjebak kemacetan.

Aksi protes menolak BPJS- SJSN juga berlangsung di Surabaya (Jawa Timur), Batam (Kepulauan Riau), dan Medan (Sumatera Utara).

Khalid, koordinator aksi buruh di Batam, mengatakan, pengesahan UU tentang BPJS dan SJSN sama saja menghapus hak rakyat miskin yang terjamin dalam jaminan kesehatan masyarakat. ”Apalagi, dalam UU BPJS setiap pekerja dibebankan iuran Rp 27.000 per bulan. Kami jelas menolak,” kata Khalid.

Aksi protes dan kemacetan ini bakal terjadi lagi pada Kamis (22/11). Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan, ribuan buruh KSPI, Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia, dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia dalam panji Majelis Pekerja Buruh Indonesia akan berunjuk rasa lagi.

Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar mengatakan, buruh harus bergerak bersama menuntut penghapusan sistem alih daya. ”Sekarang ini momentum untuk menghapus outsourcing, terutama sektor industri rokok,” kata Timboel.

Pengusaha keberatan

Kamar Dagang dan Industri DKI Jakarta keberatan atas penetapan Upah Minimum Provinsi DKI 2013 Jakarta sebesar Rp 2.200.000. Dasar keberatan mereka, banyak anggota Kadin DKI yang berasal dari pengusaha dan industri skala menengah.

”Di Jakarta, 90 persen penopang perekonomian adalah usaha kecil-menengah (UKM). UMP ini akan jadi persoalan baru,” kata Ketua Umum Kadin DKI Jakarta Eddy Kuntadi, Rabu.

Menurut Eddy, ada sekitar 18.000 perusahaan yang terdaftar di Kadin DKI Jakarta. Sekitar 90 persen adalah UKM. Konsekuensi yang bisa terjadi akibat penetapan UMP itu, ujarnya, perusahaan justru bisa tutup karena tidak lagi memiliki daya saing.

”UKM bakal terkena dampak paling besar karena mereka usaha yang baru tumbuh. Mungkin tadinya mereka masih bisa menggaji, tetapi dengan tambahan Rp 100.000-Rp 200.000 bakal berat,” ujar Eddy.

Nyatanya, yang diterima buruh bakal lebih dari Rp 2,2 juta. Angka itu hanya patokan atau jaring pengaman yang diterima pekerja. Sudah ada sekitar 50 perusahaan dari Kawasan Berikat Nusantara di Jakarta Utara yang keberatan kepada Kadin DKI Jakarta.

”Pada dasarnya, kami terima dulu angka ini karena tak mungkin turun lagi, tetapi akan kami kaji kembali. Keputusan sudah turun, tetapi bisa ada upaya untuk penangguhan,” kata Eddy.

Di Balaikota, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan, keputusan itu memang tidak bisa memuaskan semua pihak. ”Pengusaha dari Apindo sudah saya undang. Serikat juga sudah saya undang, begitu juga Dewan Pengupahan. Artinya, hal yang sudah kita putuskan jangan sampai nanti ada yang ramai lagi. Tetapi (angka) yang saya putuskan itu sudah melalui kalkulasi yang adil,” kata Jokowi yang juga pemilik usaha mebel ekspor.

Ditanya tentang imbas penetapan UMP DKI Jakarta terhadap Banten dan Jawa Barat, Jokowi mengatakan, kemungkinan itu sudah dibahas dalam pertemuan dengan kedua kepala daerah. Namun, dia mengakui, UMP tahun 2013 itu bakal memberatkan UKM. ”Nanti mereka bisa minta penangguhan,” katanya.(HAM/FRO/ILO/raz)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com