JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad mengatakan, kegagalan lembaga antikorupsi banyak disebabkan oleh tidak adanya dukungan pemerintah atau political will yang cukup. Tekanan dan intervensi membuat badan tersebut tidak bekerja secara maksimal.
Hal ini disampaikan Abraham saat membuka konferensi antikorupsi bertajuk "Principles for Anticorruption Agencies" atau prinsip-prinsip untuk lembaga antikorupsi di Hotel JW Marriot, Jakarta, Senin (26/11/2012). Hadir dalam konferensi tersebut, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie, perwakilan UNDP Beate Trankmann, dan perwakilan ONODC dari Vienna Candice Welsch. Konferensi juga dihadiri perwakilan lembaga antikorupsi di 38 negara.
"Tekanan dan intervensi membuat badan antikorupsi tersebut tidak bekerja secara maksima, seperti yang terjadi pada Nigeria, Mongolia," kata Abraham.
Dia juga mengatakan, selama sepuluh tahun berdiri, KPK sudah melaksanakan fungsi pencegahan dan penindakan maupun supervisi koordinasi seperti yang diamanatkan dalam undang-undang. Meskipun demikian, skor indeks persepsi korupsi Indonesia seperti yang dilansir Transparency International Indonesia, masih rendah.
"Dengan rentang skor 1 hingga 10, di mana skor 2 menunjukkan negara dengan korupsi sangat tinggi dan 10 menunjukkan negara yang dinilai bersih, Indonesia berada pada skor 3 di tahun 2011," ungkapnya.
Bahkan, menurut hasil survei Political and Economic Risk Consultancy yang dilakukan pada 16 negara di Asia Pasifik, Indonesia berada pada peringkat pertama sebagai negara terkorup dengan skor 9,07 dari nilai 10. "Angka ini naik dari 7,69 poin tahun 2009," ujar Abraham.
Tingginya tingkat korupsi di Indonesia ini, menurut Abraham, membawa dampak yang luas dan merusak. Dampak yang ditimbulkan akibat korupsi, lanjutnya, bukan hanya secara ekonomi namun juga secara sosial. Oleh karena itu, Abraham mengatakan, tahun ini KPK serius menganalisa biaya sosial yang harus ditanggung negara akibat suatu tindak pidana koripsi.
"Tujuannya adalah mengetahui sebenarnya dampak dan kerugian yang ditimbulkan oleh tindak korupsi sehingga dapat dihitung seberapa lama dan besarnya hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku yang pada akhirnya mendorong terciptanya efek jera," ucap Abraham.
Ketua DPR Marzuki Alie mengatakan, lembaga antikorupsi tidak bisa sendirian dalam menjalankan tugasnya. Dibutuhkan dukungan dari pemerintah maupun DPR. Marzuki pun mengklaim kalau lembaga parlemen yang dipimpinnya sudah melakukan berbagai upaya untuk memberantas korupsi sesuai kewenangannya.
Adapun konferensi internasional ini merupakan yang pertama untuk berdiskusi mengenai independensi, efektifitas, dan eksistensi lembaga antikorupsi. Konferensi akan berlangsung selama dua hari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.