Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilih Capres Jangan Terjebak Popularitas

Kompas.com - 30/11/2012, 08:37 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Bangsa Indonesia sebaiknya tidak terjebak faktor popularitas dalam menentukan calon presiden dan wakil presiden untuk Pemilu 2014. Calon pemimpin nasional hendaknya diukur dari kualitas pribadi, gagasan menyelesaikan persoalan, dan kemampuan memimpin negara.

Pandangan tersebut diungkapkan Ketua Dewan Pengurus Pusat Partai Amanat Nasional Bima Arya Sugiarto dan Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Sri Budi Eko Wardani, secara terpisah di Jakarta, Kamis (29/11). Keduanya menyambut positif hasil survei ”Calon Presiden Indonesia 2014, Penilaian Opinion Leader” oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI), Rabu lalu.

Bima Arya menilai, publik didorong untuk lebih mendalami kualitas personal, rekam jejak, gagasan, dan kemampuan tokoh-tokoh itu untuk menyelesaikan persoalan bangsa. ”Survei selama ini menempatkan popularitas sebagai segala-galanya. Padahal, keterkenalan itu kerap hasil pencitraan pribadi yang dangkal,” katanya.

Sri Budi Eko Wardani mengatakan, berbagai survei tentang calon presiden, termasuk dengan responden opinion leader, menambah pendidikan politik bagi publik. Hasil survei itu menyodorkan informasi kepada masyarakat sebelum menentukan pilihan pada Pemilu 2014.

Survei menyangkut calon presiden alternatif mesti intensif dilakukan untuk memunculkan kandidat berkualitas. Cara itu, menurut pengajar politik Universitas Gadjah Mada Ari Dwipayana, akan menghasilkan stok nama berlimpah yang ujungnya akan ”mendesak” partai-partai untuk mencari alternatif dari nama yang ada selama ini.

”Peluang kandidat alternatif akan besar, terutama di partai-partai yang mengalami krisis figur. Beberapa partai yang sudah punya figur yang dicalonkan pasti akan berupaya menggandeng kandidat alternatif yang populer,” kata Ari.

Terkait wacana pasangan Megawati-Jusuf Kalla, Ketua Bidang Hukum dan Advokasi Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Golkar Aziz Syamsuddin mengatakan, ”Pak Jusuf Kalla masih kader Golkar. Dia masih berhak maju di pemilihan presiden.” Sekretaris Jenderal PDI-P Tjahjo Kumolo mengatakan, partainya telah memutuskan menyerahkan penentuan capres dan cawapres Pemilu 2014 kepada Megawati.

Jusuf Kalla mengaku tak masalah jika harus menjadi cawapres berpasangan dengan Megawati. Kalla mengatakan, sangat mungkin dirinya berpasangan dengan Megawati. ”Tentu banyak ide dan saran seperti itu. Saya bilang semua mungkin dalam politik. Tetapi, hal ini belum dibicarakan antara saya dan Ibu Mega,” kata Kalla.

Direktur Komunikasi Publik LSI Burhanuddin Muhtadi mengatakan, Kalla memiliki kualitas personal yang bagus di mata opinion leader meski hal itu tidak berbanding lurus dengan tingkat keterpilihan. (IAM/WHY/DIK/NWO/BIL)

Baca juga:
Yenny: Mahfud, Semua Indah pada Waktunya
Anas: Alhamdulilah, Saya Tak Berkualitas 'Nyapres'
LSI: Ical, Anas, dan Wiranto Tak Berkualitas 'Nyapres'
LSI: Capres Alternatif, Mahfud dan Dahlan
Lima Tokoh Paling Berkualitas untuk Capres 2014

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Geliat Politik Jelang 2014

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Pendaftaran PPDB Jakarta Dibuka 10 Juni, Ini Jumlah Daya Tampung Siswa Baru SD hingga SMA

    Pendaftaran PPDB Jakarta Dibuka 10 Juni, Ini Jumlah Daya Tampung Siswa Baru SD hingga SMA

    Nasional
    Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

    Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

    Nasional
    Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

    Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

    Nasional
    Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

    Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

    Nasional
    Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Nasional
    Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

    Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

    Nasional
    KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

    KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

    Nasional
    Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

    Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

    Nasional
    Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

    Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

    Nasional
    56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

    56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

    Nasional
    Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

    Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

    Nasional
    Laporkan Dewas ke Polisi, Nurul Ghufron Sebut Sejumlah Pegawai KPK Sudah Dimintai Keterangan

    Laporkan Dewas ke Polisi, Nurul Ghufron Sebut Sejumlah Pegawai KPK Sudah Dimintai Keterangan

    Nasional
    Buka Forum Parlemen WWF Ke-10, Puan: Kelangkaan Air Perlebar Ketimpangan

    Buka Forum Parlemen WWF Ke-10, Puan: Kelangkaan Air Perlebar Ketimpangan

    Nasional
    Lemhannas Kaji Dampak Meninggalnya Presiden Iran dalam Kecelakaan Helikopter

    Lemhannas Kaji Dampak Meninggalnya Presiden Iran dalam Kecelakaan Helikopter

    Nasional
    Emil Dardak Sindir Batas Usia yang Halangi Anak Muda Maju saat Pemilu

    Emil Dardak Sindir Batas Usia yang Halangi Anak Muda Maju saat Pemilu

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com