”Setelah saya hitung-hitung, ya berat. Maka, kemarin saya lapor,” kata Jokowi, Jumat (30/11).
Sebelumnya, Jokowi menyatakan akan menemui Menteri Keuangan Agus Martowardojo untuk meminta skema baru pembagian beban pembayaran pinjaman proyek pembangunan mass rapid transit (MRT) sebesar Rp 15 triliun, yaitu 70 persen pemerintah pusat dan 30 persen Pemprov DKI Jakarta.
Saat ini, pembagian beban 42 persen pusat dan 58 persen DKI. Jika tawaran 70:30 tidak disetujui, Jokowi mengatakan bisa menurunkan menjadi 60:40.
”Saya akan ketemu beliau (Menteri Keuangan) dulu. Kalau tidak disetujui, ya, tidak apa-apa. Tetapi bagian pemerintah pusat harus lebih besar. Kalau tidak, beban DKI lebih berat, beban tiket lebih berat, beban pengembalian investasi lebih berat. Saya ingin MRT sehat walafiat,” ujarnya.
Sudah empat kali gubernur menggelar pertemuan untuk membahas MRT. Dalam rapat-rapat itu, Jokowi selalu menanyakan nilai pengembalian investasi, jumlah penumpang, dan status pinjaman.
Selain bernegosiasi dengan Menteri Keuangan, Jokowi juga berniat bernegosiasi ulang dengan pemberi pinjaman, yaitu Pemerintah Jepang. Namun, dia belum merinci bagaimana renegosiasi dengan Jepang akan dilakukan.
Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyatakan belum menerima tawaran Jokowi itu.
”Secara resmi kami belum menerima. Untuk memutuskan, harus ada rapat lintas kementerian. Pemerintah akan mempertimbangkan tawaran itu dengan melihat komposisi keuangan daerah. Apakah Jakarta layak mendapat subsidi sebesar itu. Daerah lain juga perlu subsidi,” tutur Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Infrastruktur Lucky Eko.
Instansi yang akan membahas tawaran Pemprov DKI, antara lain, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Keuangan.
Menurut Lucky, keputusan komposisi 58:42 diambil tahun 2008 dengan mempertimbangkan kekuatan keuangan daerah dan pusat.
Perkeretaapian yang ada saat ini pun masih menghadapi banyak persoalan. Kemarin, Manajemen Stasiun Besar Bogor menyiapkan protes kepada Pemerintah Kota Bogor terkait proyek trotoar di depan stasiun yang menyebabkan genangan air di stasiun.
”Kami menyiapkan surat ke Pemkot Bogor terkait genangan air yang beberapa kali terjadi di Stasiun Bogor,” tutur Kepala Stasiun Besar Bogor Eman Sulaeman.
Menurut Eman, genangan air yang melimpas ke Stasiun Besar Bogor setinggi 10 sentimeter pekan lalu disebabkan drainase yang diperbaiki belum seimbang dengan drainase utama. Selain itu, ada perbedaan ketinggian permukaan tanah setelah pengerjaan proyek jalur pedestrian sehingga posisi stasiun menjadi lebih rendah dari jalan.
Terkait penerapan tiket elektronik, Manajer Komunikasi PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) Eva Chairunisa menyatakan, sistem kartu berlangganan KRL (Commet) dihentikan sementara mulai 3 Desember hingga sistem baru siap diluncurkan.
”Nanti akan ada kartu berlangganan dengan sistem potong saldo bila pemilik menggunakan KRL. Ini akan lebih adil untuk penumpang, terutama bila mereka tidak melakukan perjalanan dengan KRL atau bila ada pembatalan perjalanan KRL seperti yang terjadi pada kasus longsor di Cilebut,” kata Eva.