Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 18/12/2012, 22:05 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Tim Kajian Papua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adriana Elisabeth menjelaskan, pengelolaan dana Otonomi khusus (Otsus) bermasalah.

Pasalnya, pembangunan di Papua dinilainya tidak sebanding dengan alokasi anggaran. SeLISepanjang 2002 sampai 2012, provinsi Papua menerima Rp 28,445 Triliun dana otsus.

"Dana Otsus tidak bermasalah, tapi pengelolaannya bermasalah. Kalau Otsus dimulai di 2001, harus ada evaluasi komprehensif pemerintah menyikapi Otsus," kata Elisabeth dalam peluncuran buku "Otonomi Khusus Papua Telah Gagal dan Saya Bukan Bangsa Budak" di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (18/12/2012).

Adriana mengatakan, kegagalan pembangunan di Papua disebabkan kinerja pemda. Pemda, terangnya, berperan dalam implementasi Otsus.

Salah satu implementasi yang gagal terjadi pada sektor kesehatan. Kesehatan masyarakat di Papua, lanjutnya, tidak mengalami perbaikan.

Padahal, dana otsus juga dialokasikan bagi anggaran untuk kesehatan. "Orang Papua sakit, tapi tidak dapat ditolong meskipun mereka punya uang untuk berobat. Kegagalan ini harus dievaluasi lagi," tandasnya.

Selain implementasi di sektor kesehatan, pendidikan wajib dicermati. Sebab, impelementasi pemda dalam sektor pendidikan, terangnya, tidak kalah mengkhawatirkan dari kesehatan.

Hal itu, tambahnya, dapat dilihat dari partisipasi masyarakat Papua pada pendidikan yang rendah. Hal itu, diperparah oleh ketersediaan fasilitas pendidikan yang jauh dari harapan.

"Pemda melakukan apa di sana (Papua), banyak anak tidak bersekolah. Apa yang dilakukan pemda saat diberikan dana otsus begitu besar?" tanyanya.

Ia mencermati, pemda Papua tidak menjalankan tugasnya. Sehingga, implementasi dana otsus dalam sektor pendidikan dan kesehatan tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Kegagalan Pemda di masa kini itu, lanjutnya, harus menjadi bahan pelajaran pemerintah dalam membangun Papua ke depan. Menurutnya, pembangunan Papua harus memprioritaskan target implementasi dalam skala tertentu.

Ukuran tersebut, tambahnya, harus memperhatikan kondisi internal Papua. "Kalau pembangunan Papua disamakan oleh pemerintah dengan kondisi daerah lain itu tidak tepat. Papua memiliki ciri khasnya sendiri yang membedakannya dengan daerah lain," pungkasnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com