Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

APTB Mencari Sinergi yang Efektif

Kompas.com - 21/12/2012, 04:33 WIB

Jam menunjukkan pukul 07.00. Saat itu, bus biru besar bertuliskan APTB mulai beringsut dari tepi Jalan Dewi Sartika, Ciputat. Mengangkut 30 penumpang, bus ini mulai menyusuri kepadatan jalan menuju kawasan Kota, Jakarta.

APTB merupakan akronim dari angkutan perbatasan terintegrasi bus transjakarta (APTB). Seperti namanya, bus ini berfungsi mengantarkan penumpang dari daerah perbatasan dengan jaringan bus transjakarta atau sebaliknya.

Di Ciputat, bus ini diminati penumpang meskipun jumlahnya belum terlalu besar. Kursi APTB yang berangkat pukul 07.00 itu pun mulai padat. Di tengah jalan, masih ada penumpang yang sudah menunggu dan menghentikan laju bus. Pelan namun pasti, bus penghubung Tangerang Selatan dan Jakarta ini kian padat. Di antara penumpang yang duduk berhadapan, masih ada penumpang lain yang berdiri. Memasuki Jakarta, ada 54 penumpang APTB Ciputat ini.

Perjalanan bus tersendat seiring dengan kemacetan jalan raya. Maklumlah, tidak seperti transjakarta yang memiliki jalur khusus. APTB di perbatasan masih melewati jalan yang sama dengan kendaraan lain.

Barulah di Jalan Sisingamangaraja, Jakarta Selatan, APTB Ciputat ini masuk jalur transjakarta. Perjalanan bus juga mengikuti pola transjakarta, yakni berhenti di setiap halte transjakarta. Di halte transjakarta, penumpang bisa turun lewat pintu yang ada di bagian tengah bus. Tinggi pintu disesuaikan dengan tinggi halte, seperti halnya transjakarta.

Sebaliknya, penumpang yang menunggu transjakarta di halte juga boleh menggunakan APTB karena akan melintas di koridor yang sama. Jalur yang digunakan APTB Ciputat ini merupakan jalur lama yang semula dilayani dengan bus Bianglala. Kini, jalur ini dihidupkan lagi dengan operator yang sama, yakni PT Bianglala Metropolitan.

Amin, salah seorang pengguna APTB Ciputat, mengatakan, bus ini merupakan pilihan yang menguntungkan baginya ketimbang menggunakan kendaraan pribadi. ”Sewaktu belum ada bus ini, saya pakai mobil ke kantor di kawasan Mangga Dua. Tetapi, jalan ke kantor harus memutar untuk menghindari kawasan 3 in 1,” ucapnya.

Dengan APTB bertarif Rp 6.000 ini, Amin bisa menghemat pengeluarannya untuk ulang alik dari rumah-kantor. Hanya, keberangkatan bus ini tidak terjadwal.

Belum diminati

Lain Ciputat, lain Bekasi. Sejak diresmikan pada Maret 2012, APTB Bekasi-Pulogadung kurang diminati masyarakat. Sejumlah prasarana terutama halte sudah selesai dibangun, tetapi sayang belum juga dioperasikan. Mungkin ini menjadi salah satu faktor armada bus berkarakteristik transjakarta ini belum diminati.

Kamis (13/12) pukul 13.00, terpantau tidak lebih dari 5 orang naik APTB dari Terminal Bekasi tujuan Terminal Pulogadung. Bus memang menunggu di halte. Namun, halte bercat biru, berpenyejuk udara, dan berloket itu masih tutup. Penumpang naik bukan dari pintu tengah yang posisinya tinggi melainkan dari pintu depan yang berpijakan lebih rendah.

APTB bertarif cukup murah, yakni Rp 6.000. Tarif itu diturunkan dari sebelumnya Rp 9.500. Penumpang bernama Sumarni (32) mengatakan, naik APTB karena bertarif murah, efektif karena tempat kerja dekat dengan lintasan APTB yang melalui busway tujuan Pulogadung di Jakarta Timur, dan nyaman karena sepi penumpang.

APTB melaju dari terminal ke Jalan Cut Meutia, simpang empat Bulak Kapal, Bekasi Timur, dan masuk Jalan Moeljadi Djojomartono. Di jalan inilah ada dua halte yang saling berseberangan, sudah selesai dibangun, tetapi belum dioperasikan. Selanjutnya, APTB bergerak ke Jalan Chairil Anwar dan Jalan Ahmad Yani melewati satu halte lagi, yakni Bekasi Barat 2 yang juga belum dioperasikan.

Setelah itu, armada masuk Jalan Tol Jakarta-Cikampek lewat Gerbang Tol Bekasi Barat, masuk Jalan Tol Wiyoto Wiyono, keluar jalan tol untuk masuk busway di Halte Pedati Prumpung, dan terus menyusuri busway di Jalan DI Panjaitan dan Jalan Perintis Kemerdekaan hingga Terminal Pulogadung.

”Jika halte tidak dioperasikan, minat masyarakat akan turun sebab keberangkatan selama ini cuma dari terminal,” kata Pengawas APTB Bekasi-Pulogadung Adam Simamora.

Masyarakat tidak bisa dinaikkan di sembarang titik. Apabila APTB menaikkan penumpang di sembarang titik di jalan bisa ditegur dan diprotes oleh perusahaan otobus lainnya. Padahal, sebelum dioperasikan, halte harus diserahkan dari pelaksana proyek kepada pembiaya, yakni pemerintah pusat yang notabene Kementerian Perhubungan. Dari kementerian, halte itu harus diserahkan kepada Pemerintah Kota Bekasi untuk dikelola oleh Dinas Perhubungan. ”Semakin lama penyerahannya, masyarakat semakin lama menunggu untuk mencoba APTB,” kata Adam.

Belum untung

Meskipun penuh di pagi hari, pengelola APTB mengaku belum meraih untung. Hadi Suryanto, Kepala Pul Ciputat PT Bianglala Metropolitan, mengatakan, pendapatan dari penjualan tiket APTB hanya cukup untuk menutup pengeluaran solar. Saat ini, APTB Ciputat hanya mengangkut 145 orang per hari untuk setiap bus. PT Bianglala Metropolitan mengoperasikan delapan bus.

APTB hanya ramai pada pagi dan sore hari. Itu pun hanya satu arah sesuai pergerakan warga komuter. Hadi mendukung bila pemerintah menyinergikan APTB dengan transjakarta dari sisi manajemen. Dengan begitu, operator dibayar berdasarkan kilometer yang ditempuh dalam sehari. Pembayaran dengan model seperti ini akan menguntungkan bagi operator APTB.

”Kalau seperti sekarang, penumpang yang naik dari halte transjakarta tidak membayar ke kami. Padahal, jumlah penumpangnya banyak,” kata Hadi.

Meskipun pihaknya mendukung program pemerintah dengan layanan APTB, Hadi berharap pemerintah juga ikut menata APTB agar tetap memberikan pemasukan berarti bagi operator.

Direktur Institute for Transportation and Development Policy, Yoga Adiwinarto, mengatakan APTB yang ada sekarang masih sebatas integrasi fisik saja. Sementara itu, tiket dan manajemen belum terintegrasi dengan transjakarta.

”Di loket penjualan tiket, penjaga juga harus memisahkan pendapatan dari tiket transjakarta dengan tiket APTB dalam kotak yang berbeda. Operator nanti mengambil uang tiket APTB,” kata Yoga.

Yoga juga melihat dari semua APTB yang kini beroperasi, baru APTB Ciputat yang ideal. Alasannya, APTB ini masih bisa mengangkut penumpang yang menunggu dari pinggir jalan. Sementara, tiga APTB lainnya hanya melayani penumpang dari titik awal ke titik akhir. Hal ini menyulitkan penumpang.

Selain itu, APTB Ciputat menggunakan jalur lama yang sempat mati sehingga masih memiliki penumpang potensial. Apalagi jalur lama ini dilayani swasta yang notabene memiliki perhitungan bisnis.

Sebagai angkutan tulang punggung, transjakarta memang membutuhkan angkutan pengumpan yang terintegrasi termasuk APTB. Namun, integrasi yang sepotong-potong hanya merugikan semua pihak. Bila konsep transportasi publik adalah pelayanan, sebaiknya persoalan integrasi ini dikerjakan menyeluruh.

(Ambrosius harto/ Agnes Rita Sulistywaty)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com