Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bank Sampah, Langkah Kecil dari Kapuk Muara

Kompas.com - 27/12/2012, 13:32 WIB
Mukhamad Kurniawan

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com -- Dua tahun lalu, sampah rumah tangga warga Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, nyaris tak berharga. Dibuang dan disingkirkan. Jika beruntung, mereka bisa menukarkan satu kg sampah dengan satu gelas atau piring seharga Rp 1.000 ke pemulung yang keliling kampung.

Kini, sebagian warga Kapuk Muara justru berebut sampah, terutama plastik bekas botol minuman ringan, kaleng, dan kemasan makanan yang bernilai ekonomi. Tak ada yang terbuang. Mereka bahkan berburu untuk menambah pundi-pundi tabungan di bank sampah.

Erni (37), warga Gang Langgar RT 001 RW 005 Kelurahan Kapuk Muara, merasakan betul perubahan itu. Di depan rumahnya, tergantung sekarung sampah siap timbang, hasil pengumpulan selama sepekan. "Jika pintar memilah-milah, semua jenis sampah bisa dijual. Tak ada yang dibuang lagi. Saat sedang banyak, sehari bisa sampai 4 kg sampah terkumpul," kata Erni.

Dalam tiga bulan keikutsertaannya, Erni telah menabung sampah senilai Rp 100.000. Dengan rata-rata harga sampah Rp 2.000 per kg, nilai tabungan Erni sebanding dengan 50 kg sampah. Uang itu bisa sewaktu-waktu dicairkan untuk membeli barang keperluan sehari-hari.

Tetangga Erni, Emah (37), juga jadi "nasabah" bank sampah yang aktif. Dalam buku tabungannya, Emah telah berulang kali transaksi. Berawal dari Rp 7.500, tabungannya kini telah mencapai Rp 162.400. Semua berasal dari sampah yang dia kumpulkan dari keluarga dan lingkungan sekitar rumah.

Seperti Emah dan Erni, ibu-ibu di kampung itu tak pernah membiarkan sampah teronggok di jalan, selokan, bahkan tempat-tempat yang sulit terjangkau tangan. Pelan tapi pasti, tanpa instruksi, warga memungut apa pun jenis sampah yang ada. Lingkungan pun jadi bersih.

Langkah kecil Tafsir Munir (29), pemuda Kapuk Muara, merintis bank sampah akhir tahun 2010. Bekal belajar dari komunitas serupa di Bantul, DI Yogyakarta, Munir mengaplikasikan ilmu pengelolaan sampah di kampung halaman dengan terlebih dulu jadi pemulung. "Saya kumpulkan delapan karung sampah dari lingkungan. Awalnya, saya dianggap gila karena menumpuk sampah di halaman rumah," kenang Munir.

Namun, Munir kemudian memilah sampah, mengolah, dan menjualnya ke pabrik pengolah. Munir ingin menunjukkan ke tetangga bahwa dengan sedikit sentuhan, sampah bisa lebih berharga. Dia bandingkan nilai jual sampahnya yang bisa mencapai Rp 3.000 per kg dengan sampah warga yang selama ini ditukar gelas atau piring seharga Rp 1.000.

Sejumlah tetangga pun tertarik dengan cara Munir. Munir pun menyuluh dari rumah ke rumah, pengajian, dan pertemuan warga untuk meyakinkan bahwa sampah bisa punya nilai ekonomi. Dia bagikan karung-karung kosong untuk tampung sampah. Selain itu, dia juga mengajak warga untuk menabung setiap hasil penjualan sampahnya dan dicatat dalam buku tabungan.

Akhir tahun 2011, berdirilah Bank Sampah Mappes, singkatan Masyarakat Peduli Sampah Sejahtera yang dirintis Munir. Berawal dengan sembilan orang, nasabah Munir terus bertambah dan kini 140 nasabah dengan dana terkumpul Rp 1,9 juta.

"Sebagian keuntungan kami bagi ke nasabah dalam bentuk gula pasir dan keperluan lain. Tak sedikit warga yang terbantu karena punya tabungan. Lingkungan bersih, pendapatan bertambah," kata lulusan Program Paket C tersebut.

Bank sampah rintisan Munir berkembang pesat. Lurah Kapuk Muara saat itu, Roni Jarniko, turun membantu Munir mencari lahan untuk pendirian bank sampah. Roni menunjuk 800 meter persegi lahan berupa rawa yang menjadi aset kelurahan.

Gayung bersambut, bantuan juga datang dari pihak lain, terutama PT Pertamina dan Institut Pertanian Bogor. Keduanya antara lain membangun bank sampah plus modal dan pendampingan, menyumbang unit pengolah kompos dan mesin pengolah sampah nonorganik, serta kendaraan penampung sampah.

Sejumlah relawan membantu Munir menjalankan bank sampah. Mereka antara lain, Aris (32) dan Midi (17) yang membantu mengangkut, memilah, dan mengolah sampah; Eva Susanti (32) mengelola administrasi; serta Tedy (21) sebagai tenaga teknologi informasi. Mereka berkantor di bangunan bantuan Pertamina di Jalan Vikamas 2 RT 002 RW 03 Kapuk Muara, Jakarta Utara.

Niat Munir membersihkan Sungai Ciliwung dan Sungai Angke yang mengalir kurang dari satu kilometer dari kampungnya belum terwujud. Namun, usahanya mengajak warga mengumpulkan dan memilah sampah, mengolah, dan mendirikan bank sampah terbilang bernilai. Inilah langkah kecil dari Kapuk Muara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com