Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siapa Pemerkosa Bocah 11 Tahun Itu?

Kompas.com - 04/01/2013, 11:31 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Tujuh hari sudah RI (11) tak bisa berkomunikasi. Ayah dan bundanya, L (54) dan A (50), hanya bisa menunggu selang yang terbelit di lengan dan hidung membuat putri bungsunya bangun dari tidur panjang. Diagnosis dokter rumah sakit yang menyebutkan alat kelamin RI rusak terus membuat orangtua gelisah. Siapa yang tega melakukan itu pada RI?

RI diterima Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan (RSUPP) pada 29 Desember 2012 dalam kondisi suhu badan tinggi serta mengalami kejang. Dokter terkejut saat hendak mengobservasi RI. Terdapat sebuah luka lama yang tak tertangani lama di kemaluannya.

"Keadaannya menurun, kita memberi alat bantu pernapasan, jadi kesadarannya kita turunkan (Somnolen) supaya proses perawatan pasien ini semakin mudah," ujar Direktur Umum RSUP Persahabatan, Dr Priyanti Z Soepandi, kepada wartawan, Kamis (3/1/2013).

Menurutnya, luka terdapat di antara dubur dan kemaluan RI. Luka itu layaknya luka yang tidak tertangani. Meski kata dokter luka itu cukup berat, tetapi pascapenanganan awal, dokter telah membersihkan lukanya. Beruntung, luka itu juga tak mengganggu kesehatan reproduksi RI.

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait serta aktivis pemerhati anak lainnya telah menjenguk RI. Selain melihat kondisi kesehatan RI, pihaknya juga melakukan wawancara khusus terhadap orangtuanya.

Dengan segala fakta itu, Arist meyakini luka itu akibat dari kekerasan seksual. Namun, penggalian informasi tentang siapa pelaku terbentur dengan kondisi RI yang masih koma hingga saat ini.

"Yang bersangkutan sejak dibawa ke sini (RSUP Persahabatan) sudah dalam kondisi tak bisa berkomunikasi. Makanya, penyebabnya harus didiagnosis terus," ujarnya.

RI dan orangtuanya tinggal di sebuah kontrakan di permukiman kumuh kawasan Pulogebang, Cakung, Jakarta Timur. Kontrakannya menyatu dengan lapak pemulung. Sang ayah berprofesi hanya sebagai pemulung sampah, sementara sang ibu hanya sebagai ibu rumah tangga biasa.

Sang ibu mengaku tidak memiliki kecurigaan terkait siapa pelaku yang tega melakukan hal tersebut kepada putri bungsu dari enam bersaudara itu. Komunikasi antara sang ibu dan putrinya itu pun tergolong tak baik. RI tak pernah menceritakan pengalamannya, baik di sekolah maupun di mana saja kepada ibunya.

"Enggak ada kecurigaan, sama tetangga kek atau sama siapa. Orang mainnya sama teman-teman sekolah atau di rumah, biasa. Enggak pernah ke teman yang lebih dewasa," ujarnya.

Meski demikian, A memang merasakan terjadi perubahan perilaku terhadap RI. Perangainya yang biasa ceria kini berubah menjadi murung dan pendiam. Terlebih, sang ibu pernah mendapati sang anak secara sembunyi-sembunyi mencuci celana dalamnya sendiri di kamar mandinya. Namun, hal itu tak pernah terpikirkan oleh A.

Setelah mendapati fakta ini, ia baru tersadar. Perubahan perilaku yang paling dirasakan sang ibu adalah saat RI hendak berangkat ke sekolah yang ditempuhnya dengan berjalan kaki bersama teman-temannya. RI sering minta diantar oleh sang ibu ke sekolah dengan menangis seperti ketakutan jika ia ketinggalan rombongannya.

"Sudah sebulan ini dia begitu. Nangis mulu kalau ditinggal sama teman-temannya. Selain itu, dia enggak pernah minta dianterin sampai sekolah, pasti di tengah jalan dia minta sendiri," ujarnya.

A dan L kini hanya bisa menunggu kondisi RI berangsur-angsur membaik. Dengan demikian, pihak yang berwenang, baik keluarga, aktivis pemerhati anak, maupun polisi bisa mengambil keterangan dari bocah malang itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com