Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus RI, Polisi Gunakan "Scientific Identification"

Kompas.com - 12/01/2013, 06:33 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak kepolisian tidak main-main dalam penyelidikan kasus RI, bocah 11 tahun yang diduga menjadi korban tindakan kekerasan seksual. Tak cukup dengan keterangan sejumlah saksi, polisi juga menempuh penyelidikan berbasis scientific identification.

Kepala Kepolisian Resort Metro Jakarta Timur, Komisaris Besar Mulyadi Kaharni mengatakan, penyelidikan berbasis scientific identification dilakukan karena kasus itu minim saksi dan bukti. Pasalnya, korban meninggal dunia sebelum polisi sempat memeriksa dugaan kekerasan seksual. Terlebih, saksi kunci tak bersikap kooperatif.

"Saksi nggak mau ngomong, nggak ngaku mereka. Kita akhirnya bertitik tolak pada penyelidikan sciencetific identification. Kalau yang biasa pakai feeling penyidik, kali ini betul-betul ahli," ujarnya kepada wartawan, Jumat (11/1/2013).

Hingga kini, Polisi telah mengerucutkan dua saksi kunci dari 19 orang saksi yang diperiksa. Dua saksi yang belum jelas identitasnya itu menjalani sejumlah pemeriksaan, mulai dari penyelidikan DNA (Deoxiribo Nukleid Acid), pemeriksaan saluran kemih saksi hingga wawancara silang.

Sejumlah pakar pun dilibatkan dalam rangkaian penyelidikan scientific identification tersebut, antara lain pakar kejiwaan, Psikologi Forensik dari Polda Metro Jaya, Dokter Obstetri dan Ginekologi (Ahli Kebidanan dan Penyakit Kandungan) RSUP Persahabatan dan Ahli Urologi dari RS Polri Bhayangkara Raden Said Sukanto.

"Hari ini khusus pendalaman masalah yang diduga kekerasan di kelamin. Itu yang agak didalami memang dari pemeriksaan ahli," lanjut Mulyadi.

Mulyadi menjelaskan, jika serangkaian proses penyelidikan berbasis scientific identification tersebut membuahkan hasil, kepolisian tinggal mencocokan hasil tersebut kepada hasil visum serta autopsi rumah sakit.

Dengan demikian, meski saksi yang dicurigai sebagai pelaku tidak mengaku, polisi telah memiliki benteng terakhir dalam menjerat pelaku kejahatan seksual itu. Jika sejumlah bukti autentik telah didapatkan kepolisian, tersangka tidak lagi bisa mencabut laporannya ketika kasus telah masuk ke meja pengadilan.

Adapun, alat bukti yang dimaksud Mulyadi, yakni keterangan saksi, keterangan saksi ahli, surat (visum dan autopsi), petunjuk (DNA, medical review) dan pengakuan tersangka.

"Kita mengejar keterangan tersangka saja nggak mungkin. Kalaupun ada keterangan tersangka, dapat dia cabut di persidangan, selesai kita. Makanya kita mengejar itu (bukti lain)," lanjut Mulyadi.

Dari catatan pemberitaan di sejumlah media masa, penyelidikan kasus kriminal berbasis scientific identification di Indonesia dilakukan Polisi saat mengungkap kasus pembunuhan dengan cara mutilasi yang dilakukan oleh Ryan 'sang penjagal' asal Jombang, Jawa Timur.

Serupa dengan kasus RI, penyelidikan kasus mutilasi Ryan berangkat dari nyaris nihilnya saksi mata serta alat bukti. Bahkan Polisi sempat salah tangkap dalam kasus tersebut. Namun, berkat penyelidikan berbasis scientific identification, kasus itu terbongkar. Ryan pun dihukum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com