Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Farmasi-Kimia Berperan dalam Sindikat Narkoba

Kompas.com - 01/02/2013, 08:46 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Munculnya zat baru bernama methylone atau katinon derivatif dalam kasus penyalahgunaan narkotika Raffi Ahmad dan kawan-kawan menunjukkan bahwa sindikat narkotika terus mengembangkan diri. Mereka terus mencari celah agar barang haram yang diproduksi dapat diterima oleh konsumen.

Pakar Farmasi-Kimia Badan Narkotika Nasional (BNN) Kombes Mufti Djusnir mengungkapkan, perkembangan jaringan narkotika internasional tak bisa lepas dari peran ahli farmasi-kimia. Pasalnya, peracikan zat narkotika, terutama yang berjenis amphetamine, tak mungkin dilakukan oleh orang biasa, tetapi oleh profesional.

"Ini dipastikan orang profesional, enggak bisa orang biasa bikinnya. Basic-nya pasti orang kimia farmasi," ujar Mufti saat berbincang dengan Kompas.com, Kamis (31/1/2013) malam.

Mufti, yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi Nusa Tenggara Barat tersebut, melanjutkan, dari pengalamannya mengungkap beberapa kasus, sang peracik tidak terjun langsung dalam aktivitas pabrik. Mereka biasanya bekerja dari jarak jauh dengan hanya menginstruksikan apa saja bahan yang dicampurkan ke dalam racikan narkoba itu.

Penemuan zat baru seperti methylone atau katinon derivatif pun menegaskan bahwa sindikat narkotika dipastikan menggunakan orang-orang yang ahli dalam meracik senyawa berbahaya. Oleh sebab itu, Mufti yakin produk narkotika yang beredar di pasaran internasional pun pasti ikut berkembang sesuai keadaan.

Selain methylone, baru-baru ini pihaknya juga menemukan zat baru dengan nama senyawa MDPV atau methylene dioxy pyro valerone dengan inti senyawa katinon, narkotika golongan I dalam Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009. Layaknya methylone, zat tersebut berpotensi menimbulkan polemik hukum jika ada kasus penemuan serupa.

"Makanya, sekarang kita tekankan bahwa derivat chatinone itu adalah jenis narkotika golongan satu dan masuk UU narkotika. Ini harus dijelaskan ke masyarakat agar tidak ragu lagi," tegasnya.

Kasus serupa tahun 1995

Kebingungan dasar hukum seperti sekarang pernah terjadi pada tahun 1995, saat kasus penyelundupan 15.000 pil berbahan dasar zat amphetamine atau yang lebih dikenal ekstasi masuk dari Belanda ke Indonesia. Saat itu, kasus tersebut dimejahijaukan di Pengadilan Negeri Tangerang dengan tersangka bernama Ronny. Kegamangan hukum di tengah pengaruh negatif barang haram tersebut membuat penegak hukum atau polisi ragu menetapkan pasal mana yang cocok dalam kasus tersebut.

Pasalnya, saat itu pemerintah belum memiliki undang-undang yang mengatur peredaran narkotika di Indonesia. Mufti pun mengaku dipanggil untuk menjelaskan kepada hakim dari segi farmakologi.

"Akhirnya dengan kesaksian ahli saya bahwa ini bisa menimbulkan efek negatif dari segi farmakologi, hakim bisa menerimanya. Hakim pakai UU Kesehatan dengan menghukum tersangka dua sampai empat tahun," lanjutnya.

Turunan katinon lebih dahsyat daripada ekstasi

Mufti melanjutkan, produk narkotika turunan katinon memiliki efek lebih berbahaya dibandingkan narkotika berzat amphetamine atau bahkan senyawa intinya sendiri, katinon. Jika masuk ke dalam tubuh seseorang dalam dosis tertentu, zat baru tersebut menyebabkan reaksi berlebihan pada enzim dalam tubuh sang pengguna atau yang disebut reaksi psikoaktif.

"Efeknya stimulan, bisa enerjik, tidak merasa lapar. Tapi, buruknya dapat meningkatkan detak jantung, kram jantung, hingga berujung kematian," terang lulusan S-2 Farmasi Institut Teknologi Bandung tersebut.

Mufti sendiri sengaja didatangkan khusus dari Nusa Tenggara Barat untuk menjelaskan zat baru di narkotika yang ditemukan di kediaman Raffi Ahmad. Ia mengungkapkan, perkembangan produk narkotika berjalan seiring dengan perkembangan kebutuhan para pengguna. Dalam hal ini, Mufti melanjutkan, produsen mempelajari pasar dan memberikan variasi produk barang haram itu.

Oleh sebab itu, Mufti yakin kehati-hatian BNN dalam mengungkap kasus Raffi Ahmad dkk dapat berbuah manis. Ia juga berharap, selain dapat mengungkap lalu lintas barang berbahaya dan mengungkap dalang di baliknya, BNN juga dapat memberikan kepastian hukum keberadaan zat baru turunan narkotika bahwa zat itu diatur dalam undang-undang narkotika.

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Raffi Ahmad cs Diduga Pesta Narkoba

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com