Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lantang Tolak Pungli, Orangtua Takut Anaknya Diintimidasi

Kompas.com - 16/02/2013, 09:12 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Rasa khawatir muncul dari orangtua murid yang lantang menolak pungutan liar di SDN 25 Utan Kayu Selatan, Matraman, Jakarta Timur. Mereka khawatir putra-putrinya yang masih melangsungkan kegiatan belajar mengajar di sana akan mendapat intimidasi dari kepala sekolah, guru dan komite.

"Kami khawatir kepala sekolah mengintimidasi kami melalui komite. Sekarang saja orang-orang komite memojokkan kami," ujar IA, salah satu orangtua murid yang menolak pungutan di SDN 25, kepada wartawan, Jumat (15/2/2013).

IA dan delapan orangtua murid lainnya mengaku menolak pungutan yang dilakukan pihak sekolah melalui komite. Pertama, pungutan uang kas setiap bulan oleh komite sekolah dengan besaran Rp 15.000 yang dilaksanakan sejak awal masuk sekolah. Uang itu digunakan untuk menjenguk siswa sakit, sebagian juga digunakan untuk membayar gaji sekuriti.

Kedua, pungutan uang dilakukan pihak sekolah. Besaran pungutan itu variatif untuk beberapa item, yakni seragam dengan logo sekitar Rp 265.000 (sesuai kebutuhan siswa) dan kartu siswa sebesar Rp 25.000.

Namun hal itu dibantah pihak sekolah yang mengatakan bahwa sejumlah pungutan itu bersifat tidak memaksa.

IA memiliki seorang putri yang duduk di kelas 2 SDN 25 Utan Kayu Selatan. Kegiatan belajar mengajarnya pun masih panjang. Ia khawatir, pihak sekolah melalui guru melakukan pembedaan perlakuan bagi murid-murid yang orangtuanya lantang mempertanyakan pungutan yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun.

"Saya tahu aturannya, tidak mengizinkan adanya pungutan apapun kepada siswa. Itu alasan saya enggak mau dipungut apapun," ucap IA.

Jaminan

Ditemui secara terpisah, Kepala Sekolah SDN 25 Utan Kayu Selatan Evi Silviyanti menjamin pihak sekolah atau pun komite sekolah tak melakukan intimidasi kepada murid-murid yang orangtuanya vokal atas kebijakannya. Evi mengakui bahwa anak-anak tidak tahu menahu atas urusan tersebut dan hal itu hanya menjadi urusan orangtua, guru dan pihak komite saja.

"Kalau saya enggak perlu begitu-begitu. Silakan pantau saja. Daun jatuh di sekolah ini saja saya yang bertanggungjawab," tegasnya.

Lebih jauh, ia menyayangkan aktivitas pungutan tersebut bisa beredar di publik melalui media masa. Sebab, selama ia menjadi kepala sekolah sejak tiga tahun terakhir, tak ada orangtua murid yang mengeluh kepadanya. Ia pun terkejut tiba-tiba masalah dapur sekolah masuk pemberitaan.

Evi pun mengakui kelalaiannya dalam mengontrol komite sekolah. Selanjutnya, ia menegaskan ke komite untuk berhenti memungut uang kas Rp 15.000 per murid dan mengevaluasi biaya seragam, kartu siswa dan lainnya. Di sisi lain, Evi pun akan mencari cara lain agar ruang tunggu orangtua murid dan gaji sekuriti terus berjalan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com