Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mulyono Mengaku Serahkan SK Lahan Hambalang ke Nazaruddin

Kompas.com - 27/02/2013, 19:07 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Ignatius Mulyono mengaku diminta oleh mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum dan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin untuk menanyakan sertifikat lahan Hambalang yang bermasalah kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN). Surat keputusan BPN yang dia dapatkan, diserahkannya pada Nazaruddin.

“Kami diminta tolong tanyakan tanah Menpora kepada BPN, kemudian waktu mengambil surat keputusan BPN dari Pak Sestama, itu saja,” kata Ignatius di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Rabu (27/2/2013). Dia pun mengaku sudah mendapatkan surat keputusan yang dibutuhkan, yang akan menjadi dasar penerbitan sertifikat Hambalang ini diambil Ignatius dari Sestama BPN Managam Manurung.

Saat mengambil surat tersebut, Ignatius tidak membawa surat kuasa dari Kemenpora selaku pihak pemohon. Menurut dia, tak ada pelanggaran terkait ketiadaan surat pengantar ini. “Ya enggak (ada masalah), saya kan enggak disuruh Menpora, masak saya minta surat kuasa Menpora? Kan saya hanya disuruh ambil ke Sestama, bagaimana bawa surat kuasa? Siapa yang beri kuasa ke saya?” ujarnya.

Kemudian, ujar Mulyono, SK yang didapatkannya dari Sestama BPN dia serahkan pada Nazaruddin. Dia menegaskan tak pernah berurusan dengan orang lain di Kemenpora terkait SK lahan Hambalang ini.

Sementara dalam persidangan kasus suap wisma atlet SEA Games yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta beberapa waktu lalu, Ketua Komisi X DPR (sekarang mantan) beberapa waktu lalu, Mahyuddin menyebutkan kalau Nazaruddin yang melaporkan masalah sertifikat lahan kepada Menpora Andi Mallarangeng. Menurut Mahyuddin, dalam pertemuan di kantor Andi pada awal 2010, Nazaruddin menyampaikan kalau sertifikat lahan itu sudah selesai diurus.

Lebih jauh Mulyono mengatakan, tidak ada yang luar biasa dari perintah Anas dan Nazaruddin agar dia menanyakan masalah lahan Hambalang kepada BPN tersebut. Sebagai anggota fraksi, menurutnya, wajar-wajar saja jika diminta tolong menanyakan masalah tanah.

Apalagi, saat itu Mulyono merupakan anggota fraksi Partai Demokrat yang tergolong senior di Komisi II, komisi yang bermitra dengan BPN. “Untuk Anda ketahui, tahun 2004-2009, anggota Komisi II dari Demokrat itu ada lima. Dari lima itu, tinggal saya sendiri yang 2009-2014, yang lain enggan masuk lagi di DPR. Dari anggota Demokrat di Komisi II, hanya saya yang paling lama di situ,” ungkap Mulyono.

Dalam kasus Hambalang, KPK menetapkan Anas sebagai tersangka atas dugaan menerima pemberian hadiah atau janji terkait proyek Hambalang dan proyek lainnya. Sebelumnya KPK menetapkan tersangka mantan Menpora Andi Mallarangeng, serta Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Skandal Proyek Hambalang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

    Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

    Nasional
    Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Nasional
    Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Nasional
    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Nasional
    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Nasional
    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Nasional
    'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

    "Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

    Nasional
    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Nasional
    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    Nasional
    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Nasional
    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Nasional
    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Nasional
    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Nasional
    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com