Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kunci Kasus Guru Paksa Siswi Oral Seks Ada di Visum

Kompas.com - 01/03/2013, 20:50 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com -- Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait menegaskan, visum psikologis dapat menjadi kunci kebenaran kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan seorang guru berinisial T (46) kepada siswinya, MA (17).

"Hasil visum psikologis, keterangan korban serta didukung saksi-saksi. Itulah yang paling penting untuk menguak kasus ini," ujar Arist kepada wartawan di sela kunjungannya ke sekolah korban, Jakarta Timur, Jumat (1/3/2013).

Arist melanjutkan, hasil visum tersebut penting lantaran masing-masing pihak, baik MA, T serta Y, berpegang teguh pada pendiriannya.

Sebagai gambaran, MA mengaku dipaksa oral seks sebanyak empat kali oleh T. Sementara T membantah keterangan MA dan malah menuding balik bahwa Y adalah dalang dari permasalahan ini. Tudingan itu didasarkan anggapan bahwa Y dan MA memiliki hubungan kekasih.

Di sisi lain, Y membantah telah menjalin hubungan dengan MA. Guru mata pelajaran Geografi itu mengaku MA hanya bercerita kepadanya telah dipaksa melakukan oral seks 4 kali di tempat berbeda. Atas dasar itu, ia merekomendasikan agar MA mengadu ke guru Bimbingan Konseling dan memberanikan diri melapor ke kepolisian, yakni Polda Metro Jaya pada 9 Februari 2013 lalu.

Keterangan dari YT, tante korban, MA telah menjalani visum psikologis tiga hari setelah membuat laporan. Visum psikologis tersebut lebih bersifat mengetahui apakah laporan MA bohong atau tidak. Namun, hingga saat ini, hasil visum tersebut belum didapatkan keluarga MA.

Atas kondisi itu, Arist pun mendesak Polda Metro Jaya untuk menyampaikan hasil visum psikologis tersebut kepada keluarga. Tentunya, juga kepada publik agar kasus dugaan pelecehan seksual yang menyangkut nama baik ini menjadi terang benderang.

"Terlepas dari kepentingannya apa. Pokoknya ada informasi bahwa telah terjadi kekreasan seksual. Itu dulu dibuktikan," tegas Arist.

Lebih jauh, Arist melanjutkan, apapun yang terjadi, publik harus menempatkan MA sebagai korban di balik kepentingan guru-gurunya. Ia pun berencana membentuk tim investigasi untuk mencari fakta-fakta tentang apa hubungan yang sebenarnya terjadi pada MA, Y dan T itu.

"Rencananya ada lima orang. Dua dari kami, satu dari sekolahannya, satu dari Dinas Pendidikan dan satu dari Suku Dinas Pendidikan Menengah Tinggi Jakarta Timur. Ini akan berjalan sejalan dengan proses hukumnya," lanjut Arist.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com