Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPAI Tuding Komnas PA Langgar Undang-Undang

Kompas.com - 01/03/2013, 23:27 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Nasional Anak Indonesia (KPAI) menuding Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) telah melanggar Pasal 17 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Komnas PA dianggap telah menyebarkan identitas MA (17), korban pelecehan seksual oleh T (46), gurunya.

"Pertemuan Komnas PA dengan guru-guru yang diduga pelaku disaksikan siswa, apalagi media massa. Itu jelas melanggar Pasal 17. Kan harusnya identitas korban dirahasiakan," ujar Sekretaris KPAI Muhammad Ichsan kepada Kompas.com, Jumat (1/3/2013).

Seperti diketahui, Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait didampingi Sekretaris Jenderal Komnas PA Samsul Ridwan mendatangi sekolah korban di Jakarta Timur, Jumat siang. Arist dan Samsul hendak menghimpun informasi terkait adanya laporan dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang guru kepada siswinya.

Pertemuan itu dihadiri langsung oleh T, terduga pelaku, dan guru berinisial Y yang pertama kali mendengar cerita korban tentang pelecehan seksual yang dilakukan oleh T. Hadir pula guru lain dan puluhan murid di sekolah tersebut.

Di tengah upaya mediasi itu, MA tiba-tiba masuk ruangan pertemuan sambil berteriak-teriak menuding T sebagai pelakunya. Aksi korban itu menarik perhatian semua orang di dalam ruangan, termasuk jurnalis. Para pewarta pun dengan spontan langsung merekam detik-detik korban berteriak dan berontak sambil mengatakan sumpah serapah kepada gurunya sendiri yang diduga pelaku.

Ichsan menyayangkan adanya upaya konfrontasi antara terduga pelaku dan pihak lain oleh Komnas PA itu. KPAI menganggap Komnas PA telah melangkahi proses hukum serta upaya pendampingan yang telah dilakukan oleh KPAI sejak laporan tersebut masuk pada 8 Februari 2013. Menurut Ichsan, upaya pendampingan yang telah dilakukan KPAI terhadap kasus ini telah banyak membuahkan hasil positif, yakni pembuatan laporan di Polda Metro Jaya hingga pada pencopotan guru yang diduga melakukan pelecehan seksual tersebut.

"Kami akan menulis surat ke Komnas PA tentang keberatan kami. Selain itu, kami akan melakukan investigasi dan memeriksa saksi di lapangan. Kami ini lembaga negara, ditugaskan oleh UU untuk merahasiakan identitas korban," ujarnya.

Sebelumnya, MA mengaku dipaksa melakukan seks oral sebanyak empat kali oleh T dalam kurun Juni hingga Juli 2012. Namun, MA baru mengungkapkan aib itu beberapa bulan kemudian hingga akhirnya tanggal 9 Februari 2013 korban melaporkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Polda Metro Jaya.

Setelah diklarifikasi, T membenarkan telah bepergian sebanyak empat kali bersama MA untuk urusan sekolah. Meski demikian, wakil kepala sekolah itu membantah telah melakukan pelecehan seksual kepada MA dalam empat pertemuannya itu. T justru menuding balik bahwa rekannya Y, sesama guru di sekolah itu, sebagai biang dari permasalahan ini. T menyebut Y dan MA telah menjalin hubungan lebih dibandingkan guru dan muridnya.

Sementara itu, Y tampak bersikeras bahwa apa yang diutarakan MA kepadanya tentang seks oral oleh T adalah benar. Namun, sebagai guru biasa, ia merasa tidak memiliki kewenangan untuk menyelidikinya hingga akhirnya ia melakukan koordinasi dengan guru dan orangtua korban untuk melapor ke Polda Metro Jaya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com