Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setelah Direlokasi, Mereka Tak Lagi Mencela Pemerintah

Kompas.com - 04/03/2013, 16:37 WIB
Imanuel More

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tayangan salah satu stasiun televisi swasta pada Kamis (28/2/2013) menampilkan Sudarsih (37), warga RT 21 RW 07 Penjaringan, Jakarta Utara, tengah bersungut-sungut di hadapan Lurah Penjaringan Roni Japirko. Saat itu, wanita asal Kebumen, Jawa Tengah, itu memprotes penggusuran rumahnya di Jalan Bhakti, di tepi Kali Pakin.

Ditemui Kompas.com di Rumah Susun Buddha Tzu Chi, Muara Angke, Senin (5/3/2013), roman wajah Sudarsih sudah terlihat lebih cerah. Ia dengan bebas berkelakar dengan penghuni Blok G rusun tersebut. Penghuni di situ sesama mantan warga bantaran Kali Pakin.

"Ternyata tempatnya lumayan bagus dan luas. Sekarang lagi coba menyesuaikan diri dengan suasana baru," ujar Sudarsih.

Bersama 96 kepala keluarga di Jalan Bhakti, ibu satu orang anak ini sepakat untuk tidak menerima uang kerohiman yang dibagikan pemerintah. Sudarsih dan warga lain lebih memilih opsi pertama, yaitu dipindahkan ke rumah susun murah yang ditawarkan pemerintah. "Mendingan pilih rumah susun daripada terima Rp 1 juta yang habis dalam 1-2 bulan. Rusun ini bagus kok," kata Sudarsih.

Ketika ditanya tentang sikapnya pada Kamis pekan lalu, Sudarsih hanya tersenyum malu. Ia beralasan terlanjur mencintai rumah lama karena ia telah menempatinya selama 13 tahun. Di situlah anak tunggalnya dilahirkan.

"Sudah terlanjur sayang, sampai-sampai saya enggak makan tiga hari sejak pertama kali dengar mau digusur," tutur penghuni Blok G2 unit 2C Rusun Tzu Chi itu.

Abu Hasan (47) dan istrinya Sarah (37) terlihat lebih bijak menyikapi kebijakan pemerintah. Keduanya sadar bahwa lokasi yang sebelumnya mereka tempati adalah lahan publik yang tidak boleh diserobot untuk dijadikan pemukiman. "Makanya, waktu ditawari pemerintah, saya langsung memilih dialokasikan ke hunian yang layak," ujar Abu yang berprofesi sebagai guru mengaji.

Relokasi ini memang memperjauh jarak tempat tinggal Abu dari tempat kerjanya di Kemayoran, Jakarta Pusat. Namun, hal itu tidak mengecilkan hati Abu dan istrinya, yang sama-sama berasal dari Madura. Saban malam, hunian baru mereka tetap didatangi para murid mengaji.

"Sekarang malah lebih ramai kalau malam. Habis ngaji biasanya ada beberapa orang yang tidur di sini, makanya jadi ramai," kata Sarah.

Warga lain, Linda (22), juga tidak lagi menggerutu lantaran tempat tinggalnya ditertibkan. Namun, ibu seorang bayi ini memiliki alasan berbeda. Ia belum memiliki keterikatan dengan lokasi lama tempat tinggalnya. Linda dan suaminya baru mendiami bantaran Kali Pakin selama tiga bulan. "Saya sih warga baru di situ, makanya biasa-biasa aja," ujar Linda.

Sunarsih dan rekan-rekannya bersyukur karena diberi hunian layak dan murah. Unit-unit baru yang mereka tempati terbilang lebih luas dibandingkan rumah mereka sebelumnya. Masing-masing unit dilengkapi ruang tamu atau ruang keluarga yang cukup luas, dua kamar tidur, satu kamar mandi/WC, dan dapur.

"Dengar-dengar sih (sewa) sebulan Rp 90.000, di luar uang listrik dan air," jelas Sarah, yang menghuni unit G2-1B.

Ia berharap mereka bisa segera beradaptasi dengan lokasi baru. Sementara itu, beberapa warga lain berniat membuka usaha sendiri di lokasi baru sebagaimana yang mereka kerjakan di lokasi sebelumnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com