Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KRL Ekonomi Masih Diperlukan

Kompas.com - 25/03/2013, 04:03 WIB

Jakarta, Kompas - Penghapusan Kereta Rel Listrik Ekonomi trayek Bekasi-Jakarta dan Serpong- Jakarta per 1 April 2013 menentang semangat mengatasi kemacetan di Ibu Kota. Jika KRL Ekonomi dihapuskan, masyarakat belum tentu memilih KRL Commuter Line yang bertarif lebih mahal.

Kereta Rel Listrik (KRL) Ekonomi bertarif Rp 1.500-Rp 2.000. Ongkos perjalanan pergi-pulang menjadi Rp 3.000-Rp 4.000. Adapun KRL Commuter Line bertarif Rp 8.000-Rp 9.000, dan ongkos perjalanan pergi-pulang menjadi Rp 16.000-Rp 18.000. Bekasi-Jakarta berjarak 25-30 kilometer. Jika menggunakan sepeda motor, Bekasi-Jakarta hanya akan menghabiskan 2 liter bensin seharga Rp 9.000. Artinya, ada warga yang berpikir akan beralih menggunakan sepeda motor ketimbang Commuter Line yang ongkosnya lebih mahal.

Data jumlah penumpang Januari-Februari 2013 dari Stasiun Bekasi menunjukkan, ada lima perjalanan KRL Ekonomi per hari. Kapasitas angkutnya 3.339 penumpang per hari. Adapun KRL Commuter Line ada 47 perjalanan, dan mengangkut 11.394 penumpang per hari. Jumlah perjalanan KRL Commuter Line hampir sepuluh kali lipat dibandingkan dengan KRL Ekonomi. Namun, daya angkut KRL Commuter Line tidak sampai empat kali lipat KRL Ekonomi.

Penghapusan KRL Ekonomi akan memicu pembelian kendaraan pribadi, khususnya sepeda motor, yang dinilai bisa menghemat pengeluaran biaya transportasi. Pemakaian sepeda motor pun membebani jalan raya, menambah kesemrawutan, dan menimbulkan kemacetan.

Protes

Kepolisian Resor (Polres) Bekasi Kota mendapat informasi, hari ini, Senin (25/3), sekelompok warga berencana berunjuk rasa di Stasiun Bekasi. Mereka akan menolak penghapusan KRL Ekonomi. ”Kami berusaha mengamankan situasi,” ujar Wakil Kepala Polres Bekasi Kota Ajun Komisaris Besar Hero Henrianto Bachtiar, Minggu (24/3).

Sekretaris Jenderal Asosiasi Penumpang Kereta Api Anthony Ladjar mengatakan, amat maklum masyarakat menolak penghapusan KRL Ekonomi. Jika KRL Ekonomi ditiadakan, tarif KRL Commuter Line sebaiknya diturunkan. Tarif KRL Commuter Line yang ideal Rp 3.500-Rp 5.000. Ini didasarkan asumsi pengeluaran transportasi maksimal 10 persen dari penghasilan. Untuk Jabodetabek, penghasilan diasumsikan setara upah minimum regional Ibu Kota yang Rp 2,2 juta. Artinya, pengeluaran untuk transportasi sebaiknya maksimal Rp 220.000 per bulan.

Transportasi massal yang murah, aman, nyaman, dan terjadwal, lanjut Anthony, jadi solusi kemacetan. Jika pemakaian kendaraan pribadi bisa ditekan, pencemaran udara tidak tinggi. Masyarakat juga terhindar dari rasa tertekan akibat kemacetan.

Untuk itu, penurunan tarif amat mungkin dengan mengalihkan subsidi BBM ke tiket KRL. Pengalihan subsidi juga bisa untuk membeli KRL baru.

Wakil Kepala Stasiun Bekasi Supendi mengatakan, penghapusan KRL Ekonomi terus diumumkan dan disosialisasikan.

Tulus Abadi dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia dan aktif sebagai anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta menilai, kebijakan penghapusan KRL Ekonomi sebagai tindakan ilegal. ”Penghapusan ini tidak punya basis normatif yang jelas. KRL Ekonomi adalah wewenang pemerintah pusat. Ini dibuktikan dengan kepemilikan infrastruktur dan pemberian dana public service obligation (PSO)/subsidi pemerintah pusat,” kata Tulus.

Alasan pemerintah menghapus KRL Ekonomi, dan jadi Commuter Line karena ingin meningkatkan pelayanan penumpang, menurut Tulus, amat tidak tepat. (BRO/NEL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com