Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KRL Ekonomi Masih Jalan sampai Juni

Kompas.com - 28/03/2013, 02:02 WIB

Jakarta, Kompas - Pemerintah memutuskan menunda penghapusan KRL ekonomi. Penundaan ini dilakukan hingga Juli 2013 ketika sistem tiket elektronik diterapkan.

Keputusan itu diambil setelah rapat koordinasi Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan dengan PT Kereta Api Indonesia (Persero), PT KAI Commuter Jabodetabek, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), kepolisian, Masyarakat Transportasi Indonesia, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, dan pengamat transportasi massal, di kantor Kementerian Perhubungan, Rabu (27/3).

”Jadi, hingga Juni 2013, KRL ekonomi tetap beroperasi seperti biasa. Pada saat bersamaan, sosialisasi tentang penggunaan public service obligation (PSO/anggaran pelayanan publik) di layanan kereta akan terus dilakukan,” kata Tundjung Inderawan, Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan.

Ditjen Perkeretaapian dan PT KAI juga akan mempersiapkan mekanisme bagaimana agar PSO tepat sasaran, yakni masyarakat yang berdaya beli lemah. ”Mereka yang boleh menerima PSO adalah pemegang Kartu Gakin, Kartu Sehat, Kartu Pintar, dan identitas lain yang menunjukkan mereka berdaya beli lemah,” tutur Tundjung.

Mereka akan mendapat kartu khusus yang berlaku selama 25 hari dalam satu bulan. Proses pemberian subsidi dengan sistem tiket elektronik, menurut Tundjung, membuat Ditjen Perkeretaapian dapat memonitor secara nyata jumlah penumpang bersubsidi dan nonsubsidi dalam satu perjalanan. ”Kami sedang menghitung berapa subsidi yang tepat agar nantinya biaya yang digunakan untuk menikmati layanan publik tetap dapat dijangkau masyarakat,” ucapnya.

Belum berpihak

Menanggapi kekisruhan komunikasi antara PT KAI dan Ditjen Perkeretaapian, ekonom Faisal Basri mengatakan, pemerintah tidak memiliki skema perencanaan penyediaan angkutan publik dan integrasi antarmoda angkutan yang memadai, serta sesuai dengan kemampuan rakyatnya. Jika tidak dibenahi, selamanya kasus seperti KRL ekonomi akan berulang dan terjadi di moda transportasi lain.

”Ratusan ribu orang yang tinggal di Bekasi, Tangerang, Depok, Bogor itu setiap hari ke Jakarta untuk bekerja. Memutar perekonomian Ibu Kota. Pemerintah pusat dan daerah, yaitu DKI Jakarta, tidak bisa lepas tangan,” kata Faisal.

Pemerintah pusat dan pemerintah daerah, ujar Faisal, bisa berbuat sesuai koridor aturan yang ada untuk berbagi tugas membangun sarana transportasi memadai. Kerja sama itu bisa dimulai dengan duduk bersama antara Kementerian Koordinator Perekonomian yang membawahkan Kementerian BUMN dan Kementerian Perhubungan dengan Pemerintah Provinsi DKI.

”Kalau dirasa amat sulit, kenapa tidak ditenderkan saja fasilitas untuk masyarakat kelas menengah ke bawah ini. Pemerintah buat standarnya dan perusahaan mana saja yang mampu memenuhinya bisa menjadi operator,” kata Faisal.

Direktur Utama PT KAI Ignasius Jonan, Rabu (27/3), seusai menerima kunjungan Komisi XI DPR ke kantor pusat PT KAI, menyatakan, PT KAI sanggup menurunkan harga tiket kereta termasuk KRL nonsubsidi sekitar 20 persen. Itu bisa dilakukan sepanjang terjadi selisih Rp 500 miliar antara pendapatan atas perawatan dan operasional prasarana (infrastructure maintenance and operation/IMO) dan biaya penggunaan rel (track access charge/TAC).

Berdasarkan Peraturan Presiden No 53/2012, PT KAI selaku operator prasarana berhak mendapatkan dana IMO dari APBN. PT KAI harus membayar TAC kepada negara. Selama ini besaran IMO dan TAC dianggap sama meski PT KAI menghitung IMO mencapai Rp 1,5 triliun lebih. Selisih pengeluaran IMO ini akhirnya dibebankan ke tiket kereta. ”Kalau IMO benar dibayarkan pemerintah, imbasnya ke pelayanan, termasuk harga tiket yang lebih murah. Kalau IMO lebih banyak Rp 500 miliar dari TAC, harga tiket bisa turun sampai 20 persen,” kata Jonan.

Tahun 2012, PT KAI mengucurkan Rp 1,5 triliun untuk IMO, sementara subsidi penumpang Rp 770 miliar.  (K10/ARN/NEL/RAY/ART/ELD)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com