jakarta, kompas
Dalam dengar pendapat publik di Balai Agung, Jakarta, Rabu (27/3), bersama Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, mengemuka beragam keluhan warga. Mulai dari ruang rawat di rumah sakit yang selalu penuh, pelayanan yang lambat, pembayaran untuk layanan gratis, hingga alur pembuatan Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang belum jelas.
”Pasien ditakut-takuti, katanya mereka hanya ditanggung Rp 300.000. Rumah sakit nakal harus ditindak,” kata Roy dari Dewan Kesehatan Rakyat.
Warga berebut menyampaikan keluhan sampai terjadi keributan di dalam ruangan. Sejumlah petugas keamanan, polisi, dan ajudan gubernur ikut mengamankan warga yang ribut.
”Masih ada rumah sakit yang menolak, ya memang karena ruangan penuh. Masih ada antrean panjang untuk membuat KJS, ya memang karena peminat banyak. Lonjakan 500.000 orang bukan angka kecil. Saya minta sabar, kami terus memperbaiki kekurangannya,” kata Jokowi.
Kepala Dinkes DKI Jakarta Dien Emawati mengatakan, masalah yang terjadi di rumah sakit akan diselesaikan di rumah sakit melalui posko pengaduan.
”Di setiap rumah sakit, kami akan taruh meja dengan petugas untuk mencatat keluhan warga. Kalau ada persoalan, kami akan menjembatani,” ujarnya.
Kuncinya, lanjut Dien, adalah komunikasi antara pihak rumah sakit dan keluarga pasien. Sering kali komunikasi itu tidak berjalan, akhirnya jadi persoalan.
Dien meminta warga memaksimalkan layanan gawat darurat terpadu di nomor 119. Banyak warga yang belum memanfaatkan layanan ini sehingga masih sibuk ke sana kemari untuk mencari kamar perawatan sendiri.
”Tahun ini, kami akan tambah operator menjadi delapan jalur, saat ini baru empat jalur. Itu saja sudah ribuan telepon yang masuk setiap hari,” kata Dien.
Dien mengakui belum semua warga Jakarta memahami sistem dan cakupan pelayanan KJS. Bahkan, di tingkat kelurahan dan puskesmas masih ada petugas yang belum benar-benar paham tentang seluk-beluk KJS. Untuk itu, dinkes akan turun ke lapangan, untuk menggencarkan sosialisasi agar tidak terjadi salah paham tentang KJS.