Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jamu sebagai Warisan Budaya Dunia

Kompas.com - 30/03/2013, 02:47 WIB

Oleh Jaya Suprana

Hati saya berbunga-bunga ketika mendengar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan resmi mempersiapkan jamu untuk diajukan ke UNESCO, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB. Diharapkan, jamu menjadi warisan budaya dunia karya bangsa Indonesia.

Perjuangan mengusung jamu menjadi intangible cultural heritage barulah awal perjalanan panjang untuk meyakinkan panitia penilai UNESCO. Di samping harus menempuh antrean panjang karena setiap tahun UNESCO hanya mengakui maksimal satu warisan kebudayaan tak-benda dari setiap negara anggota, ikhtiar Kemdikbud juga akan sia-sia tanpa dukungan terpadu segenap pelaku dan pemerhati jamu, dari penjaja jamu gendong, peramu jamu, petani tanaman jamu, pengusaha jamu, hingga pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan.

Para pelaku usaha jamu harus mampu meyakinkan UNESCO, jamu benar-benar bagian integral kebudayaan bangsa Indonesia di bidang kesehatan, kecantikan, dan kebahagiaan sehingga layak dinobatkan sebagai salah satu intangible cultural heritage setara dengan keris, batik, angklung, tari saman, dan lain-lainnya. Para penyaji jamu gendong harus benar-benar disiplin menjaga kebersihan dan keamanan produknya. Para pelaku industri jamu harus menjunjung tinggi hak konsumen untuk memperoleh informasi produk yang benar.

Para pelaku industri jamu wajib menghentikan angkara murka memproduksi dan memasarkan produk jamu yang dicampur bahan-bahan farmasi dan kimiawi karena membahayakan konsumen! Segenap perilaku buruk yang mencemarkan citra jamu harus dilenyapkan.

Dokter dan apoteker

Para dokter dan apoteker Indonesia yang masih antijamu seyogianya menahan diri dalam melecehkan jamu sebagai sesuatu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan ”keilmiahan”-nya. Mereka sebaiknya membuka nurani untuk lebih mau memahami dan menghargai jamu sebagai karsa dan karya kebudayaan bangsa Indonesia.

Para dokter dan apoteker tidak perlu memaksakan diri menggunakan jamu dalam penunaian tugas pelayanan kesehatannya. Cukup tak merendahkan harkat dan martabat jamu sudah sangat membantu. Sama halnya para musisi Indonesia yang dididik secara akademis musik Barat sehingga kadang kurang menghargai para musisi tradisional.

Mahakarya lukisan Raden Saleh, yang sempat menempuh pendidikan seni rupa di Eropa, tidak lebih adiluhung dibandingkan relief-relief di Candi Borobudur ataupun Prambanan. Para antropolog dan ilmuwan kebudayaan masa kini menyadari, di marcapada ini sebenarnya tidak ada kebudayaan suatu bangsa yang bisa dinilai lebih unggul atau lebih rendah ketimbang kebudayaan bangsa lain.

Paham diskriminasi mutu kebudayaan hanya dijabarkan kaum imperialis dan kolonialis demi meruntuhkan ketahanan kebudayaan bangsa yang mereka jajah agar lebih mudah dijajah. Industri farmasi di Indonesia tidak perlu khawatir tersaingi sehingga tidak perlu menghambat pengakuan UNESCO.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com