Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Permadi: Studi Banding DPR soal Pasal Santet Akan Sia-sia

Kompas.com - 02/04/2013, 21:40 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Paranormal Permadi menilai rencana kunjungan anggota Komisi III DPR RI ke luar negeri tentang pasal santet akan sia-sia jika belum mengetahui tentang ilmu santet yang ada di Indonesia. Menurut dia, DPR harus melibatkan langsung ahli santet.

"Saya bilang, kalau soal KUHP-nya silakan, tapi kalau soal santetnya jangan. Apakah orang Komisi III sudah tahu tentang santet yang ada di Indonesia sehingga studi banding ke luar? Kalau belum tahu maka akan sia-sia studi bandingnya," kata Permadi di Gedung Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (2/4/2013). Dia menjelaskan, ilmu santet telah ada di Indonesia sejak lama hingga zaman modern saat ini.

Menurut Permadi, DPR harus melibatkan ahli santet dalam mengatur persoalan tersebut. Namun, saat ini ia menilai pasal santet belum adil. Dalam pasal itu, terang Permadi, orang yang mengaku melakukan santet dapat dihukum lima tahun penjara. Dia mempertanyakan mengapa ancaman pidana tidak dikenakan pada orang yang meminta santet itu dilakukan. "Santet cuma pelaksana. Siapa yang menyuruh menyantet itu yang bertanggung jawab. Tukang santet itu tidak ada kepentingan. Yang menyuruh inilah pelaku utama, tapi kok bebas?" ucapnya.

Permadi mengatakan, ilmu santet ibarat sebuah pistol, tergantung siapa yang menggunakannya. Selain itu, lanjut Permadi, ilmu hitam tidak semua untuk perbuatan jahat. Untuk itu, ada istilah black magic dan white magic. "Hal-hal inilah yang perlu dipikirkan kalau mau mengaturnya. Mungkin yang perlu diatur adalah santet yang membunuh," katanya.

Kriminolog dari Universitas Indonesia, Ronny Nitibaskara, berpendapat, delik materiil dan formil dari pasal santet yang harus ditelaah. Dia mendukung studi banding DPR, tetapi dengan catatan juga mengunjungi orang yang melakukan santet. "Belakangan ini, banyak pakar-pakar hukum yang tidak mengerti delik materiil dan formil dari pasal santet di KUHP ini. Maksud delik ini adalah untuk melindungi orang-orang yang difitnah pelaku santet. Karena santet telah digunakan sarana untuk menyerang orang," terangnya.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Kontroversi Pasal Santet

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

    Nasional
    Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

    Nasional
    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

    Nasional
    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

    Nasional
    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

    Nasional
    'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

    "Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

    Nasional
    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

    Nasional
    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

    Nasional
    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

    Nasional
    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

    Nasional
    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

    Nasional
    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

    Nasional
    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

    Nasional
    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com