SEMARANG, KOMPAS -
Sidang itu dipimpin Herman Heller Hutapea pada Rabu (3/4). Majelis hakim berpendapat, Abdul Majid terbukti membuat surat perintah pembayaran (SPP) dan surat perintah mulai kerja (SPMK) yang digunakan untuk jaminan kredit di Bank Jateng senilai total Rp 1,9 miliar oleh seseorang bernama Yanuelva Etliana.
Kasus itu bermula ketika Yanuelva mengajukan 74 berkas permohonan kredit ke Bank Jateng dengan memberikan jaminan berupa 18 SPP dan 18 SMPK fiktif yang dikeluarkan Bagian Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Kota Semarang. Saat itu, Abdul Majid menjabat Kepala Bagian Otonomi Daerah Kota Semarang.
Lima perusahaan dipinjam namanya oleh Yanuelva dengan imbalan (fee) total Rp 37 juta. Dia juga bekerja sama dengan pegawai Bank Jateng sehingga permohonan kredit itu disetujui. Setelah kredit disetujui, Yanuelva tak dapat mengangsur pembayaran sehingga kredit itu macet.
Selain kasus yang melibatkan Abdul Majid, Yanuelva juga mengajukan 204 permohonan kredit dengan memberikan jaminan berupa SPP dan SMPK fiktif dari beberapa instansi, seperti BPBD Jateng, Dinas Tjipta Karya dan Tata Ruang Jateng, serta Badan Pelayanan dan Perizinan Terpadu Kota Semarang. Kasus ini merugikan negara hingga Rp 37 miliar dan Yanuelva telah divonis 15 tahun penjara. Mantan Kepala BPBD Jateng Jarot Nugroho juga dijatuhi hukuman 5 tahun penjara.
Majelis hakim menolak pembelaan Abdul Majid sebelumnya yang menyatakan tanda tangannya dalam SPP dan SPMK telah dipalsukan Yanuelva. Alasannya, tanda tangan yang ada pada SPP dan SPMK sama dengan tanda tangan yang tertera pada kartu tanda penduduk Abdul Majid.
Vonis yang dijatuhi majelis hakim lebih ringan daripada tuntutan jaksa yang menuntut Abdul Majid 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta.
Menanggapi vonis tersebut, Abdul Majid menyatakan akan pikir-pikir. Penasihat hukumnya, Paulus Sirait, masih yakin Abdul Majid tidak terlibat dalam kasus itu.