Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Manajemen Pengelolaan Rusunawa Masih Lemah

Kompas.com - 04/04/2013, 11:43 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Manajemen pengelolaan rumah susun sederhana sewa selama ini dinilai lemah. Aturan yang ada sudah tidak mampu menjangkau kompleksitas persoalan yang terjadi di lapangan. Sementara itu, pengawasan pengelolaan tidak berjalan efektif. Akibatnya, persoalan lama belum terselesaikan, muncul persoalan baru.

”Standar manajemen pengelolaan masih lemah. Konsep pengelolaan rusunawa (rumah susun sederhana sewa) yang digagas Gubernur dan Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta belum diformalkan dalam aturan. Sehingga banyak persoalan pengelolaan rusun,” tutur pengajar arsitektur lansekap Universitas Tarumanagara Jakarta, Darundono, Rabu (3/4/2013), di Jakarta.

Dia meminta Pemerintah Provinsi DKI segera memperbaiki manajemen pengelolaan rusun, mulai dari landasan hukum sampai pengawasan di lapangan. Perbaikan tersebut meliputi kontrak sewa antara calon penghuni dan pemerintah. Jika tidak, persoalan baru akan terus muncul.

Persoalan yang kini sedang menghangat terjadi di Rusunawa Waduk Pluit, Jakarta Utara. Rusunawa tersebut belum dibuka, tetapi warga sudah menghuninya. Penghunian tersebut terjadi sejak Jakarta dilanda banjir besar pada Januari lalu. Sebagian warga menghuni tanpa izin.

Pemprov DKI mempersoalkan keberadaan mereka. Bahkan Wagub DKI Basuki Tjahaja Purnama berencana memidanakan warga yang menghuni rusunawa itu. ”Sebelum memidanakan, sebaiknya memperbaiki dahulu manajemen pengelolaan rusun,” kata Darundono.

Dampak lemahnya pengelolaan juga terjadi di Rusunawa Marunda di Cilincing, Jakarta Utara, dan Rusunawa Pulogebang di Jakarta Timur. Rumah dialihsewakan dan dipindahtangankan secara ilegal. Kini, ketika Pemprov DKI Jakarta berencana menertibkan penghuni, rombongan pengontrak berbondong-bondong mengurus pendaftaran untuk mendapatkan legalitas tinggal.

Sedikitnya 16 unit di Rusunawa Pulogebang disegel karena ditinggal penghuninya. Sementara itu, 35 unit lainnya dalam pengawasan karena dialihsewakan oleh pemegang izin sewa.

Situasi serupa terjadi di Klaster A Rusunawa Marunda yang rampung dibangun tahun 2007- 2008. Sebanyak 57 pengontrak mendaftar ke Dinas Perumahan DKI Jakarta sebagai calon penghuni legal setelah menyewa dari pemilik sewa sebelumnya.

Praktik alih sewa sebenarnya ilegal dan telah dicantumkan dalam tata tertib penghuni rusun. Namun, alih sewa marak terjadi dan berlangsung bertahun-tahun. Pelaku mengeruk keuntungan dengan menyewakan huniannya kepada orang lain dengan tarif lebih tinggi. Di Rusunawa Marunda, misalnya, satu unit yang disewa dari pemerintah Rp 300.000 per bulan disewakan lagi kepada orang lain Rp 700.000 per bulan atau lebih.

Rusunawa panggung

Darundono berpendapat, penanganan warga yang menempati lahan Waduk Pluit tidak harus dengan merelokasi mereka ke tempat lain. Hal ini akan membuat ongkos sosial menjadi tinggi sebab warga harus membangun kehidupan sosialnya lagi.

Solusi yang baik, walaupun bukan yang terbaik, adalah membangun rusunawa panggung di area Waduk Pluit. Konsep ini mengurangi risiko sosial yang bakal terjadi. Warga yang tinggal di atas waduk juga tidak tercerabut akar sosialnya. Sementara itu, ekosistem waduk dapat relatif terjaga karena konsentrasi hunian warga ada di beberapa titik saja.

”Namun, jangan sampai model ini menjadi legitimasi bahwa warga bisa menghuni lahan resapan,” kata Darundono.

Rusunawa Waduk Pluit sangat diminati warga karena tidak jauh dari tempat tinggal mereka selama ini. Rusunawa Waduk Pluit juga menjadi incaran sebagian besar warga Muara Baru seperti halnya Saurip (60) dan Darleni (55). Dia berharap bisa tinggal di rusun berkapasitas 400 unit itu karena dekat dengan lokasi kerja, yakni pasar ikan Muara Angke dan Muara Baru. Darleni berjualan, sementara Saurip menawarkan jasa ojek sepeda.

”Keluarga keberatan pindah ke Rusunawa Marunda karena jauh. Mau kerja apa di sana (Marunda),” kata Saurip.(NDY/NUT/MKN)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com