Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah Politik Dinasti dengan Pemilu Serentak!

Kompas.com - 19/04/2013, 12:26 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat didorong menyusun undang-undang yang dapat menggelar pemilu legislatif dan pemilu eksekutif, termasuk pilkada, secara serentak. Harapannya, pemilu serentak dapat mencegah politik dinasti.

Hal itu Didik Supriyanto Ketua Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Direktur Perludem Titi Anggraini saat diskusi di Jakarta, Jumat (19/4/2013).

"Misalnya dibuat tahun ini pemilu lokal lalu tahun depan pemilu nasional. Jadi dalam kurun waktu 5 tahun ada dua kali pemilu. Pembahasan undang-undang terutama RUU Pilkada harus diarahkan kesana," kata Didik.

Didik menambahkan, pemilu serentak membatasi peluang calon petahana maupun kerabatnya untuk mencalonkan diri. Mereka harus memilih salah satu posisi yang ingin diduduki, apakah di legislatif atau eksekutif.

"Situasi saat ini, saat Pileg, orang memburu kursi DPR, DPD, dan DPRD. Selang satu atau dua tahun kemudian, mereka yang sudah mendapat kursi di Parlemen maupun yang gagal bergerak ke eksekutif dengan berebut kursi kepala daerah," kata Didik.

Didik mengatakan, pemilu serentak akan memaksa parpol untuk membangun koalisi besar. Pasalnya, pengalaman selama ini, keterpilihan pejabat eksekutif yang mereka usung akan mempengaruhi keterpilihan calon legislatif. Ia memberi contoh Partai Demokrat mendapat kursi paling besar di parlemen periode 2009-2014 karena terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden 2004.

Lantaran akan mengatrol perolehan kursi legislatif, lanjut Didik, parpol koalisi akan memilih calon pejabat eksekutif yang elektabilitasnya paling tinggi. Koalisi besar juga akan membuat jumlah pasangan calon terbatas. Dengan demikian, kata dia, akan membatasi gerak politik dinasti.

"Jika pemilu serentak, maka tampilnya calon-calon dinasti akan terlihat jelas di mata publik sehingga parpol dan calon akan tampak buruk di mata masyarakat. Maka parpol akan berpikir seribu kali untuk menampilkan calon dari satu keluarga (petahana)," pungkas Didik.

Titi menambahkan, dalam mencegah politik dinasti, para pembuat UU jangan hanya mencari jalan pintas dengan mengatur bahwa kerabat petahana, baik orang tua, anak, adik, atau kakak boleh maju asalkan setelah selang periode. Jika diatur demikian, diyakini akan dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi lantaran dianggap melanggar hak konstitusi seseorang.

Setiap orang, kata dia, tidak bisa memilih untuk menjadi kerabat petahana atau tidak. "Konstitusi menjamin setiap orang punya posisi yang sama di mata hukum. Mencegah politik dinasti jangan dengan menghalangi hak konstitusi seseorang. Itu sama saja menyelesaikan masalah dengan masalah," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com