JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus adanya satu nama calon anggota legislatif yang terdaftar di beberapa daerah pemilihan, bahkan di beberapa partai berbeda sekaligus, membuktikan betapa amburadulnya manajemen partai.
"Dari sisi partai, ini menunjukkan adanya salah urus partai atau manajemen partai yang amburadul," kata Deputi Direktur The Political Literacy Institute, Iding R Hasan. Ia mengungkapkan penilaian itu di Jakarta, Sabtu (27/4/2013).
Dari daftar calon anggota legislatif sementara (DCS) yang disetorkan partai politik ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), terdapat beberapa keganjilan. Ada satu nama yang terdaftar di beberapa daerah pemilihan di satu partai, bahkan ada juga yang terdaftar di dua partai berbeda.
Menurut Iding R Hasan, kasus-kasus itu juga memperlihatkan kegagalan proses kaderisasi partai secara berjenjang, yaitu rekrutmen dan pembinaan kader jadi loyalis serta distribusi pada posisi kekuasaan.
"Partai tampak asal comot caleg, yang penting memiliki modal finansial dan popularitas, tanpa melakukan seleksi ketat. Sebagian orang-orang yang direkrut tersebut belum memahami platform dan ideologi partai dengan benar dan mendalam," ujar Iding.
Dari sisi caleg, memang banyak dari mereka yang menjadikan karir di legislatif itu sebagai tempat cari uang. Motif utama berpolitik bukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, melainkan demi kemakmuran diri sendiri. Mereka maju lewat partai, karena lembaga itu merupakan satu-satunya sarana yang memungkinkan para caleg masuk dewan.
"Karena itu, tidak heran kalau mereka milih partai bukan atas pertimbangan ideologis, tapi lebih pada potensinya untuk lolos," kata Iding.
Dosen Komunikasi Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, itu mengatakan, ada dua hal yang harus dilakukan partai untuk memecahkan kondisi ini.
Pertama, partai harus melakukan proses kaderisasi yang benar. Kedua, partai mengembangkan pendidikan politik yang baik pada publik sehingga publik mengerti apa tujuan orang berpolitik. Namun, sekarang justru partai itu sendiri yang bermasalah dengan kaderisasi dan pendidikan politik.
"Karena itu, kekuatan-kekuatan civil society harus tampil mengkritisi dan menekan partai agar melakukan dua hal itu," kata Iding.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.