Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Menolak Tinggalkan Waduk

Kompas.com - 30/04/2013, 04:23 WIB

Jakarta, Kompas - Upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menormalisasi Waduk Pluit tidak berjalan mulus. Sebagian warga yang bermukim di kawasan waduk itu menolak direlokasi. Mereka memilih bertahan dan menuntut ganti rugi atas bangunan yang ditempati.

”Kami tidak menyiapkan anggaran untuk ganti rugi. Warga yang tinggal di atas waduk harus meninggalkan tempat itu. Kami menyiapkan tempat bagi mereka di rusun yang masih kosong,” kata Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Yonathan Pasodung, Senin (29/4), kepada Kompas.

Yonathan mengakui masih banyak warga yang belum mau meninggalkan Waduk Pluit. Padahal, Pemprov DKI berkali-kali memberi sosialisasi kepada warga sebelum penertiban dilakukan. Normalisasi Waduk Pluit tidak bisa ditawar lagi karena menyangkut masa depan Kota Jakarta.

”Hunian di atas waduk membuat waduk menjadi dangkal. Seharusnya kawasan itu bisa menjadi tempat penampungan air,” kata Yonathan.

Relokasi warga di Waduk Pluit sementara dilakukan di sisi barat dan utara. Hingga Senin kemarin, ratusan warga Kampung Kebon Tebu RT 019 RW 017 Penjaringan, Jakarta Utara (Jakut), yang tinggal di sisi utara waduk, bertahan tinggal di sana. Mereka menolak pindah karena belum jelas akan tinggal di mana.

Pekan lalu, ratusan warga mendatangi markas Polisi Subsektor Pluit Timur. Ketua RT 019 RW 017 Syahroni meminta aparat agar tidak membongkar bangunan sebelum ada kesepakatan dengan warga. Riono, warga Kebon Tebu RT 019 RW 017, tidak menolak pindah ke rusun.

”Namun, jika pindah ke rusun tanpa uang, mau bayar pakai apa kami? Apalagi lokasi rusunnya jauh dari tempat kerja,” ujarnya.

Sejumlah warga menilai lokasi rusun yang ditawarkan, yakni Rusun Pinus Elok di Jakarta Timur, terlalu jauh dari lokasi kerja atau sekolah di Penjaringan, Jakut. Sebagian keluarga diajak survei ke rusun, tetapi mereka memilih bertahan di Waduk Pluit.

Pasca-banjir Januari-Februari 2013, aparat telah membongkar sekitar 700 hunian di Kampung Taman Burung dan Garuda Mas di sisi barat waduk dan memindah penghuninya ke rusun. Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja kembali menyampaikan kekecewaannya. Warga seharusnya tidak perlu menuntut ganti rugi bangunan karena mereka menempati lahan milik negara.

Sementara arsitek pengamat permukiman kota dari Universitas Tarumanagara, Darrundono, berpendapat, normalisasi Waduk Pluit harus dijalankan. Namun, upaya itu perlu dilakukan dengan persiapan matang karena menyangkut kehidupan orang di sekitar waduk.

Penuh eceng gondok

Kondisi Waduk Ria Rio atau Waduk Pulomas di dekat pertemuan Jalan Perintis Kemerdekaan dan Jalan Pulomas-Cawang, Jaktim, kondisinya juga memprihatinkan. Permukaannya dipenuhi eceng gondok dan limbah rumah tangga.

Menurut warga sekitar, waduk seluas 6 hektar itu dipenuhi eceng gondok dan tidak pernah dibersihkan. Padahal, waduk ini digunakan sebagai tempat penampungan sejumlah saluran dari kawasan permukiman di Pulomas, Rawamangun, dan Pulogadung. Air dari waduk itu kemudian dialirkan ke Kali Sunter dengan bantuan pompa karena waduk itu berada di bawah permukaan Kali Sunter.

Akibat suburnya pertumbuhan eceng gondok, saluran-saluran yang terhubung ke waduk itu pun dipenuhi eceng gondok. Demikian pula saluran selebar hampir tiga meter yang mengalirkan air dari waduk itu ke rumah pompa ke Kali Sunter juga dipenuhi eceng gondok.

”Warga pernah lempar kasur ke tengah waduk, itu kasur tidak tenggelam karena saking rapat dan tebalnya eceng gondok itu,” kata Titin Kartini (32), warga sekitar waduk, RT 007 RW 015, Kayu Putih, Pulogadung, Jaktim.

Titin berharap waduk itu dibersihkan agar air dari saluran dapat masuk ke waduk. Sebab belakangan ini, air saluran mudah meluap saat hujan karena tak bisa masuk ke waduk.

Menurut Ketua RT 007 Lamun, eceng gondok memenuhi waduk karena terbawa arus air dari saluran di Rawamangun. ”Pembersihan memang pernah ada, tetapi tidak pernah diatasi dari sumbernya sehingga eceng gondok itu mudah tumbuh subur,” katanya.

Menurut Kepala Seksi Pemeliharaan Sarana Prasarana Konservasi Sumber Daya Air Dinas PU DKI Maryana, hampir tiga pekan ini pihaknya berupaya membersihkan waduk itu dari eceng gondok. Namun, baru bagian timur dan selatan waduk itu yang dibersihkan, sementara bagian utara yang berdekatan dengan Jalan Perintis Kemerdekaan belum ditangani.

Karena ada keterbatasan alat berat, ujar Maryana, pekerjaan pembersihan waduk itu dihentikan sementara ini. Alat berat yang digunakan untuk membersihkan Waduk Ria Rio digunakan untuk membersihkan lumpur di Jakarta Selatan. (NDY/MKN/MDN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com