Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keluarga Tersangka Perbudakan Minta Perlindungan KPAI

Kompas.com - 06/05/2013, 20:54 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Keluarga tersangka penyekapan buruh pada Senin (6/5/2013) petang mendatangi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk meminta perlindungan bagi anak-anak pemilik pabrik kuali tersebut, Yuki Irawan.

Sekretaris KPAI Maria Advianti mengatakan jangan sampai anak-anak Yuki yang masih berumur di bawah 18 tahun itu terseret ke permasalahan orangtuanya.

"Dari laporan keluarga, ada perlakuan yang kurang pas dari kepolisian dan menyebabkan anak menjadi trauma," kata Maria, di Kantor KPAI, Menteng, Jakarta Pusat.

Trauma tersebut menyebabkan mereka tidak ingin lagi bersekolah dan menjadi takut pulang ke rumah karena sudah merasa tidak nyaman. Anak-anak Yuki yang masih dibawah umur, antara lain, S (14) dan St (5).

Berdasarkan pelaporan keluarga, pihak kepolisian mendatangi rumah mereka dan menanyakan keberadaan dan aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh Yuki.

"Anak-anak ini enggak tahu pasti dan polisi itu membentak mereka dan ditanya segala hal. Padahal, anak-anak ini bukan tersangka. Oleh karena itu, kami meminta keterangan kepolisian terkait kejadian sebenarnya," kata Maria.

S dan St, kata dia, juga trauma dengan aksi massa buruh gabungan yang merusak pintu pagar rumah mereka di Kabupaten Tangerang Selatan. Buruh mencoba merangsek rumah milik Yuki Irawan yang terletak persis di samping pabrik kuali. Namun, mereka dihalangi petugas polisi sehingga hanya bisa merobohkan pagar rumah.

Penasihat Hukum Yuki, Tety Machyawaty, mengatakan, saat anak-anak Yuki dibawa ke Polres Tigaraksa untuk dimintai keterangan, pihak kepolisian tidak meminta izin keluarga terlebih dahulu dan ia menekankan harus ada pendampingan untuk anak-anak itu saat berada di kantor polisi.

Ia pun berharap agar pihak kepolisian, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, media, dan publik tidak menelan mentah-mentah permasalahan ini yang dapat menimbulkan sebuah opini publik.

"Janganlah langsung menelan berita mentah-mentah dan membentuk opini publik. Jangan divonis dahulu karena belum tentu benar. Menjadi tersangka itu kan belum tentu salah," kata Tety.

Sebelumnya diberitakan, Polda Metro Jaya dan Polres Kota Tangerang menggerebek sebuah pabrik kuali yang dicurigai telah melakukan penyekapan terhadap 34 buruh di Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang. Di pabrik itu, pengusaha diduga telah merampas kemerdekaan sekaligus melakukan penganiayaan terhadap para buruh.

Dari temuan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), para buruh itu setiap hari hanya diberi makanan sambal dan tempe, jam kerja melampaui batas, dan tinggal di tempat yang tak layak huni. Mereka juga diancam ditembak oleh aparat yang diduga oknum Brimob bayaran pengusaha di sana.

Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan tujuh orang tersangka, yakni Yuki Irawan (41), Sudirman (34), Nurdin (34), Jaya alias Mandor (41), dan tangan kanan Yuki, Tedi Sukarno (34). Adapun dua orang lain, Tio dan Jack, masih buron.

Para tersangka dikenakan Pasal 333 KUHP tentang perampasan kemerdekaan dan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan. Hal itu dilihat dari beberapa temuan, antara lain, pemilik pabrik tak membayar gaji sebagian buruh, pemilik pabrik juga tak memberikan fasilitas hidup yang layak, tak membiarkan buruh melakukan shalat, serta melakukan penganiayaan terhadap buruh.

Kini kelima tersangka ditahan dan diperiksa di Mapolresta Tangerang. Sebanyak 34 buruh yang dibebaskan dari pabrik tersebut akan dipulangkan ke kampung masing-masing.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com