Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penolak MRT Layang Kesampingkan soal Ganti Rugi

Kompas.com - 07/05/2013, 20:30 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Warga yang tergabung Masyarakat Peduli MRT menilai pembangunan jalur layang MRT akan membuat sejumlah tempat usaha di Jakarta Selatan menjadi sepi konsumen. Mereka tidak khawatir tentang ganti rugi, tetapi khawatir akan ada pemecatan karyawan di tempat-tempat usaha tersebut.

Masyarakat Peduli MRT merupakan gabungan warga Jakarta Selatan yang mendukung pembangunan transportasi cepat massal atau MRT melalui jalur bawah tanah. Mereka menolak pembangunan MRT melalui jalur layang di kawasan Lebak Bulus hingga Jalan Sisingamangaraja. Selain karena mengganggu keindahan kota, jalur elevated itu dapat merugikan para pelaku usaha yang memiliki tempat usaha di bawah jalur layang tersebut.

Hari ini Masyarakat Peduli MRT kembali melakukan unjuk rasa menuntut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengevaluasi kembali penggunaan jalur layang pada proyek MRT.

"Ketika para pengusaha tempat usahanya sepi, maka hal yang akan dilakukan adalah PHK karyawan. Kita tentu enggak mau itu terjadi, kan?" kata salah satu anggota Masyarakat Peduli MRT, Alex, saat dijumpai di lokasi unjuk rasa di depan Pasar Blok A, Jakarta Selatan, Selasa (7/5/2013).

Sementara itu, anggota lain dari Masyarakat Peduli MRT, Derryl Immanalie, menyatakan bahwa mereka menolak MRT bukan karena uang ganti rugi. Ia mengatakan, jika mereka menginginkan uang, mereka sudah dari dulu menjual tanah mereka di awal-awal pencanangan pembangunan MRT.

"Ini bukan soal materi uang. Kalau mikir uang, sudah dari dulu kita lepas. Tapi ini soal karyawan-karyawan yang bekerja di daerah ini," ujarnya.

Selain itu, Derryl juga menyinggung kembali soal rute kontruksi MRT dari Kampung Bandan ke Sisingamangaraja yang dibangun di bawah tanah (subway), tetapi untuk Sisingamangaraja-Lebak Bulus menggunakan jalur layang (elevated). Menurutnya, konstruksi itu bisa dibalik, yakni subway untuk Kampung Bandan-Sisingamangaraja dan elevated untuk Sisingamangaraja-Lebak Bulus.

"Kenapa tidak dibalik saja, kan wilayah di sana jalanannya (Kampung Bandan-Sisingamangaraja lebih luas," katanya.

Sebelumnya, Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta Azas Tigor Nainggolan mempertanyakan komitmen Jokowi terkait analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) untuk proyek tersebut. Menurut Azas, amdal MRT telah kedaluarsa dan perlu dibuat amdal baru sebelum pembangunan terealisasi. Adapun engamat perkotaan, Nirwana Joga, mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, setiap proyek pembangunan haruslah memilik amdal terlebih dahulu. Jika tidak memilikinya, warga yang merasa dirugikan atas kebijakan tersebut bisa menempuh jalur hukum.

Nirwono mengatakan, penolakan warga Fatmawati terkait pembangunan mass rapid transit (MRT) di sepanjang Jalan Fatmawati hingga Jalan Sisimangaraja merupakan indikator bahwa amdal megaproyek tersebut tidak baik. Nirwono menjelaskan, amdal yang merupakan dokumen komprehensif berisi konsep, analisis, dan solusi dari pelaksana suatu proyek pembangunan tidak melulu soal analisis terkait lingkungan, tetapi juga analisis sosial karena merujuk pada tiga syarat, yakni syarat faktor ekologi, sosial, dan ekonomi. Jika suatu proyek pembangunan telah mengakomodasi tiga syarat tersebut, dapat dikatakan bahwa pembangunan berkelanjutan. Demikian pula sebaliknya, jika tiga syarat itu tak dipenuhi, pembangunan itu tak bisa berlanjut.

Baca berita terkait dalam topik:
MRT Jakarta
Gebrakan Jokowi-Basuki

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com