Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kampanye Digalakkan, Regulasi Disiapkan

Kompas.com - 11/05/2013, 03:59 WIB

Jakarta, Kompas - Indonesia masih tercatat sebagai negara penangkap ikan hiu terbesar di dunia. Pemerintah didesak segera mengerem praktik perikanan tak berkelanjutan itu untuk memulihkan populasi predator puncak samudra itu.

Pada saat bersamaan, kampanye dan edukasi kepada pengusaha perikanan, restoran, dan masyarakat awam diperlukan demi menekan permintaan kebutuhan sirip dan hati ikan hiu.

”Perlindungan hiu bukan semata-mata untuk hiu itu sendiri, melainkan peran pentingnya menjaga ketersediaan pangan kita dari sektor kelautan,” kata Efransjah, CEO WWF-Indonesia, Jumat (10/5), di Jakarta.

Ia bersama Toni Ruchimat (Kementerian Kelautan dan Perikanan), Shinta Widjaja Kamdani (Kamar Dagang Indonesia), dan belasan artis/pesohor mengajak masyarakat menghentikan konsumsi produk hiu. Kampanye publik itu bertajuk #SOSharks atau Save Our Sharks.

Seruan itu didasarkan data Organisasi Pangan Dunia (FAO/2010) yang menunjukkan Indonesia sebagai penangkap hiu terbesar di dunia. Setiap tahun, 109.248 ton sirip segar hiu dipotong-diperdagangkan secara global. Berat sirip itu 2-5 persen berat total tubuh hiu.

Namun, 70 persen penangkapan itu secara tak langsung atau bukan target. Sisanya, penangkapan hiu secara sengaja.

Untuk menekan penangkapan hiu, Kementerian Kelautan dan Perikanan menyiapkan peraturan menteri. Di Indonesia, perlindungan hiu baru pada hiu gergaji (1999) dan hiu tikus (2012).

Penyusunan Permen KKP itu mengacu hasil Pertemuan Para Pihak Ke-16 Konvensi Internasional Perdagangan Spesies Flora Fauna Terancam Punah (COP CITES) di Bangkok, Thailand, Maret 2013. Saat itu, CITES memutuskan hiu jenis oceanic whitetip (Carcharhinus longimanus), hiu martil (Sphyrma lewini, Sphyrna mokarran, Sphyrna zigaena), dan hiu porbeagle (Lamna nasus) masuk Apendiks II. Artinya, kuota perdagangannya dibatasi.

”Permen sebagai implementasi COP CITES, paling tidak terbit tiga bulan ini. Isinya bukan perlindungan total karena kesepakatan dunia seperti itu,” kata Toni Ruchimat, Direktur Kawasan Konservasi dan Jenis Ikan.

Peraturan itu akan ditindaklanjuti pembatasan kuota penangkapan hiu. Itu butuh kajian ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Sementara itu, Shinta Kamdani mengajak para pengusaha menghentikan konsumsi hiu. ”Kenapa harus mengambil keuntungan dengan cara yang keji,” kata dia. Itu mengacu cara mendapat sirip dengan memotong dalam kondisi hiu hidup. Selanjutnya, hiu buntung itu dibuang ke laut dan mati perlahan. (ICH/K12)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com