Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wagub Akui Ada Pungutan Liar

Kompas.com - 11/05/2013, 04:31 WIB

Jakarta, Kompas - Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengakui adanya praktik pungutan liar di sejumlah dinas. Laporan adanya pungutan liar paling banyak terjadi di Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan Provinsi DKI Jakarta. Sudah ada nama-nama yang disebut sebagai pelaku praktik kotor itu.

”Kami sudah ketahui nama- nama pelaku. Itu terjadi di level bawah kepala dinas. Atasannya tidak tahu,” kata Basuki, Jumat (10/5), saat berkunjung ke Kantor Harian Kompas di Jakarta.

Saat ini, Pemerintah Provinsi DKI sedang menyiapkan peraturan gubernur untuk mencegah pungli. Dugaan sementara praktik itu bisa terjadi karena kerja sama dengan oknum suku dinas ataupun pegawai negeri sipil di tingkat kecamatan.

”Saya minta Pak Putu (Kepala Dinas P2B Provinsi DKI Jakarta) segera melaporkan persoalan ini. Nama-nama yang masuk akan kami beri sanksi,” kata Basuki.

Fakta ini seperti yang disampaikan pengusaha konstruksi di Jakarta Timur, Robertus Gultom, saat berbincang dengan Kompas, beberapa waktu lalu. Perizinan di DKI selain berbelit, juga tidak ada kepastian waktu dan biaya.

Gultom harus mengurus perizinan di tempat terpisah dengan konsekuensi membutuhkan waktu lebih lama.

Di DKI Jakarta, kata Gultom, sebenarnya sudah ada pelayanan terpadu satu pintu (PTSP). Namun, PTSP tersebut belum bekerja seperti semangat awalnya memangkas panjangnya birokrasi. Perizinan sejauh ini masih tetap terpisah di sejumlah dinas.

Mengakar

Kepala Subbagian Umum/Tata Usaha, Dinas Tata Ruang DKI Jakarta, Rosita Helmy, saat ditemui kemarin, mengatakan, untuk membuat Surat Keputusan Pengawasan dan Penertiban Bangunan (SK P2B) mengenai Penyesuaian Peruntukan dari Bangunan Hunian menjadi Suka Pendidikan (Spd) membutuhkan biaya administrasi Rp 50 juta- Rp 100 juta, bahkan bisa lebih dari Rp 100 juta. Akan tetapi, biaya administrasi itu tidak ada landasan peraturan resmi dari pemerintah, tetapi sebuah tradisi yang telah mengakar sejak dahulu dari pejabat tingkat bawah hingga atas.

Menurut Rosita, biaya administrasi berbeda dengan biaya retribusi. Bila biaya retribusi ada landasan hukumnya berupa peraturan daerah (perda), sedangkan administrasi tidak ada peraturan resminya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com