Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang Ulang Tahun Suram 15 Tahun Silam..

Kompas.com - 13/05/2013, 06:58 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — 12 Mei 2013 pagi, Dian Tami bangkit dari ranjang kamar tidurnya. Keceriaan menghiasi hati karena ini adalah ulang tahunnya yang ke-21. Kecupan dari sang ayah dan ibu menjadi perayaan kecil di pagi itu. Namun, 15 tahun lalu, pada tanggal yang sama, kejadiannya berkebalikan 180 derajat.

Dian hari ini adalah mahasiswi semester 4 di sebuah perguruan tinggi di Jakarta. Namun, 15 tahun lalu dia hanyalah bocah berumur 6 tahun, yang tak sanggup memahami apa yang sedang terjadi tepat di hari ulang tahunnya.

Tepat pada tanggal dan jam yang sama, 15 tahun lalu, Dian bangun di tengah suasana kerusuhan. Dari dalam rumahnya, rusuh itu terasa nyata. "Waktu itu saya belum ngerti ada apa. Pokoknya mama nulis tembok depan rumah 'Orang Pribumi'. Sementara papa nggak berani keluar rumah," ujarnya kepada Kompas.com, Minggu (12/5/2013) petang.

Dian kecil kala itu gagal merayakan hari ulang tahunnya yang keenam. Seusai dibangunkan oleh kedua orangtua dari tidur, ia disuruh berdiam di kamar dan tak diperbolehkan keluar kamar sepanjang hari. Entah ada apa, ia hanya melihat kekacauan di depan rumah.

Dari mata bocahnya, Dian saat itu melihat sejumlah orang membawa batu, kayu, bahkan senjata tajam sambil berteriak-teriak parau, "Mana Cina, mana Cina?!" Entah, apakah teriakan itu pertanda akhir kerusuhan atau baru tabuhan genderang "perang".

Alih-alih keceriaan ulang tahun, yang ada hanyalah kecemasan. Dian kecil pun sudah bisa merasa khawatir orang-orang di luar itu akan menemukan ayahnya. "Seharian nggak boleh keluar, yang beli makanan mama. Papa pokoknya ngumpet. Di dalam rumah juga ada besi sama kayu, buat ngelawan mereka kalau mereka masuk rumah," lanjut Dian.

Menghindari amukan massa, keluarga kecil itu pun mengungsi ke rumah sanak saudara di pelosok Tangerang. Saking paniknya, Dian pun mengaku lupa nama daerah. Yang ia tahu, ibu dan ayahnya berkemas secepatnya dan pergi meninggalkan rumah borcoretkan "Orang Pribumi" tersebut.

Tahun-tahun berselang, Dian kecil pun tumbuh dewasa. Informasi dari berbagai sumber, televisi, koran, dan buku sejarah membuka pikiran Dian tentang apa yang terjadi pada 12 Mei 1998, tepat di ulang tahunnya yang ke-6 kala itu.

Ekonomi Indonesia yang goyah di awal 1998, berbuntut aksi besar -besaran mahasiswa di Jakarta, berpusat di kawasan kompleks DPR/MPR. Aksi itu menuntut Presiden Soeharto untuk mundur.

Namun, bersamaan, kerusuhan melanda pusat-pusat perbelanjaan dan kawasan permukiman yang dihuni warga keturunan Tionghoa yang dituding sebagai biang ambruknya ekonomi Indonesia saat itu. 

Empat mahasiswa tewas ditembus timah panas aparat negara. Sampai hari ini belum dapat dipastikan jumlah korban tewas sesungguhnya dari kerusuhan yang juga diwarnai dengan pembakaran pusat perbelanjaan seperti di Jakarta Timur. "Ternyata itu semua proses menuju reformasi. Keluarga saya, ayah saya, bahkan saya, nyaris jadi korban," kenang Dian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com