Jakarta, Kompas -
”Ini proses yang memerlukan waktu, tidak mungkin sehari, dua hari, sebulan, dua bulan. Namun, kita kejar-kejaran dengan waktu. Kalau tidak dilakukan, nanti ketika tidak ada hujan kita lupa lagi, tahu-tahu banjir,” kata Jokowi, Senin (13/5).
Pemprov DKI berencana membangun lebih banyak rumah susun sederhana sewa untuk menampung warga yang menempati tanah negara itu. Setelah warga pindah, waduk akan dikeruk agar daya tampungnya kembali normal. ”Waduk itu harus bisa menampung air hujan yang masuk Jakarta,” ujar Jokowi.
Jokowi juga akan terus menjalin komunikasi dan dialog dengan warga di Waduk Pluit.
Secara terpisah, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menegaskan tidak ada uang pengganti bagi warga yang direlokasi. ”Kalau mereka menduduki tanah negara, apakah tidak melanggar HAM. Jakarta tidak akan pernah beres kalau orang menduduki waduk dan sungai,” katanya.
Kemarin, sekitar 20 warga berunjuk rasa di Balaikota Jakarta, menolak direlokasi. Aksi unjuk rasa tersebut berlangsung 20 menit, lalu mereka meninggalkan Balaikota.
Sejumlah penghuni Waduk Pluit menyatakan akan bertahan tinggal. Hindun (41), warga Muara Baru, RT 019 RW 017, Blok F, Penjaringan, Jakarta Utara, mengatakan tak mau pindah, sebelum ada kejelasan lahan relokasi dan ganti rugi.
”Kami akan berjaga di pintu depan untuk mempertahankan hunian,” ujarnya.
Bersama warga lain, khususnya di RT 019 RW 017, Penjaringan, Hindun dan ratusan keluarga siaga menghadang alat berat atau aparat yang berencana merobohkan bangunan.
Warga beberapa kali menghadang aparat di sekitar Jalan Pluit Timur Raya. Rencana pembongkaran bangunan di sisi utara Waduk Pluit pun batal karena ditolak warga.
Berbeda dengan beberapa titik pembongkaran sebelumnya, sisi selatan dan barat, dialog antara pemerintah dan warga di sisi utara waduk berlangsung alot.
Secara terpisah, Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila dan Anggota Komnas HAM, Siane Indriyani, mengunjungi warga waduk pluit untuk mendengarkan keluhan dan keinginan warga. Mereka hadir setelah menerima laporan warga sekitar tiga minggu yang lalu.
”Tugas Komnas HAM mengawasi apakah terjadi pelanggaran HAM dalam proses penggusuran yang dilakukan pemerintah itu. Kami melihat ada indikasi dari oknum-oknum atau preman yang mengintimidasi warga dalam proses penggusuran rumah warga,” kata Siti.
Siti mengatakan, kalaupun ada pemindahan warga, Komnas HAM ingin jangan ada cara-cara intimidatif. Selain itu, Siti meminta adanya jaminan dari Pemprov DKI Jakarta bahwa warga mendapatkan tempat yang layak dan proses pemindahan yang manusiawi.
”Saya mendengar langsung, masyarakat mengakui tanah itu tanah negara. Seharusnya ini diapresiasi pemerintah,” katanya.(FRO/NDY/K09/MKN)