Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjaga Pintu Air Berjuang Melawan Timbunan Sampah

Kompas.com - 16/05/2013, 19:16 WIB
Norma Gesita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Keberadaan saringan sampah otomatis di beberapa pintu air di wilayah Jakarta tak membuat timbunan sampah di sungai-sungai Ibu Kota semakin berkurang. Volume sampah justru semakin banyak dan menyulitkan operator saringan sampah.

Salah satu penjaga saringan sampah di Pintu Air Cawang, Jakarta Timur, Ahmad Suryanegara, menilai bahwa keberadaan saringan sampah ini justru dimanfaatkan warga untuk membuang sampah di sungai. "Mungkin orang pikir, 'Biar saja buang sampah di kali, nanti juga ada yang angkut!'" kata Ahmad saat ditemui Kompas.com di Pintu Air Cawang, Jakarta Timur, Kamis (16/5/2013).

Ia mengatakan, sebelum ada saringan sampah otomatis tersebut, sampah yang diangkut secara manual baru memenuhi truk setelah tiga hari. Namun, begitu ada saringan sampah otomatis, volume sampah yang diangkut meningkat pesat sampai satu truk per hari. Di saat banjir, sampah bertambah banyak dan muat dalam tiga truk.

Ahmad curiga ada satu wilayah RT yang membuang sampah ke kali. Dia pernah menemukan beberapa karung sampah yang ternyata telah dipisah antara sampah organik dan nonorganik. Ahmad mengatakan, mereka tidak membuang sampah tersebut ke tempat penampungan sementara (TPS) karena harus membayar.

"Saya pernah survei sendiri. Ternyata, di TPS dekat PGC (Pusat Grosir Cililitan) itu harus bayar Rp 5.000 untuk buang sampah segerobak. Bahkan, ada yang langganan, langsung bayar Rp 50.000 untuk buang sampah per bulan," ujar Ahmad.

Ahmad mengaku tak tahu untuk siapa uang pembayaran sampah tersebut. Berdasarkan keterangan warga, kata Ahmad, orang yang menarik iuran sampah itu adalah preman. "Yang minta ya preman-preman gitu. Mungkin karena disuruh bayar, jadi pada buang sampah ke kali, biar gampang," ujarnya.

Selain banyaknya sampah, Ahmad juga mengeluhkan jenis-jenis sampah yang dibuang ke sungai. Ia pernah menemukan kasur, lemari, sofa, dan tak jarang kayu-kayu besar, seperti kayu gelondongan dan kayu balok. "Coba bayangin, spring bed yang kena air itu beratnya kayak apa. Kalau lemari sih masih bisa kita hancurkan sebelum diangkat," katanya.

Kini Ahmad dan sejumlah kawan seprofesinya tengah dirundung masalah. Sudah empat bulan terakhir ini gaji mereka tak dibayarkan. Operator-operator saringan sampah itu sudah mendatangi kantor Dinas Pekerjaan Umum DKI untuk menagih gaji mereka. Namun, sampai kini belum ada kejelasan soal pembayaran tunggakan gaji tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com