Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diplomasi Makan Siang ala Gubernur Jokowi

Kompas.com - 22/05/2013, 03:09 WIB

Relokasi warga dari Waduk Pluit berlangsung panas, di lapangan. Begitu pun di media cetak dan elektronik. Perseteruan antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan warga seakan terasa sengit, bahkan dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang juga ikut turun ke lokasi.

Namun, semua itu tidak terjadi di atas meja makan Balaikota Jakarta, Selasa (21/5). Pertemuan antara Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan perwakilan warga Waduk Pluit berlangsung hangat. Gubernur sebagai pihak yang akan merelokasi dan warga yang akan direlokasi, sama-sama bersikap luwes, penuh keakraban.

Saat acara makan siang itu, Jokowi belum sempat melepas jas hitam dan dasi setelah mengikuti Sidang Paripurna di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Begitu pun Wali Kota Jakarta Utara Bambang Sugiyono yang mendampinginya. Sementara itu, warga Pluit sudah siap sebelum gubernur datang.

”Ada demo warga Pluit,” cetus salah seorang wartawan yang bertugas di Balaikota, siang itu. Dia mengira kedatangan 15 warga Pluit untuk berdemonstrasi.

Ternyata, mereka datang atas undangan Gubernur Jokowi. ”Kami diminta datang silaturahmi,” kata Syahroni, Ketua RT 017 RW 017, Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.

Pembicaraan diawali dengan perkenalan masing-masing perwakilan warga. Lalu mereka menikmati sajian sop buntut, ikan bakar, ayam bakar, es buah, jeruk, emping melinjo, dan beberapa makanan lain.

Jokowi duduk di sisi selatan meja bundar, berhadapan dengan perwakilan warga Waduk Pluit. Sementara itu, hampir semua kursi yang mengelilingi meja itu diduduki warga.

Permintaan warga

Jokowi menyampaikan untuk sementara tidak ada penggusuran di Waduk Pluit. Relokasi ribuan warga di sisi timur akan dilakukan setelah rumah susun selesai dibangun. Namun, pengerukan Waduk Pluit terus dilanjutkan.

Meskipun demikian, Ketua RW 017, Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara, Gustara memohon Jokowi agar menarik aparat kepolisian dan satuan polisi pamong praja dari area waduk. Alasannya, keberadaan mereka membuat resah warga, dan warga merasa terancam. ”Walaupun mereka diam, warga tidak tenang. Lebih baik mereka ditarik saja Pak,” kata Gustara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com