Hingga Rabu (22/5), penyidik dari Direktorat Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polda Kalbar masih memeriksa tersangka F yang ditangkap di sebuah hotel di Pontianak, Selasa (21/5) malam. Bayi laki-laki yang dijual, dan pembeli berinisial N, warga Bekasi, Jawa Barat, juga diperiksa.
Direktur Direktorat Reskrimum Polda Kalbar Komisaris Besar Rudi Hartono menjelaskan, awalnya polisi mendapatkan laporan dari masyarakat tentang adanya bayi yang dijual, pekan lalu. Polisi lalu menangkap A, perantara penjualan bayi, dan menetapkannya sebagai tersangka.
Polisi mendapatkan informasi, bayi yang dijual adalah anak kandung F, warga Pontianak. Namun, saat itu bayi sudah dibawa ke Jakarta Timur dan polisi belum mendapatkan petunjuk keberadaan F.
Polisi lalu menelusuri keberadaan N di Jakarta. Namun, N rupanya mendapatkan informasi dari pihak lain bahwa dirinya diincar polisi karena membeli bayi. N lalu kembali ke Pontianak dan berniat mengembalikan bayi itu kepada orangtuanya. N kemudian mengajak bertemu F di sebuah hotel di Kota Pontianak.
”Selasa malam, kami menangkap orangtua bayi itu. Sementara ini, pembeli masih kami mintai keterangan sebagai saksi. Dia mengaku mengadopsi bayi itu karena tidak punya keturunan. Namun, kami perlu mendalami keterangan itu,” tutur Rudi.
Pengakuan N mengenai adopsi masih akan dicek silang oleh polisi dengan peraturan dan tenaga ahli yang memahami prosedur adopsi. ”Kalau adopsi, lalu ada penyerahan uang Rp 19 juta seperti itu, tampaknya sulit diterima nalar,” ujar Rudi.
Kedua tersangka penjualan bayi itu diduga melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Mereka terancam hukuman 15 tahun penjara.
F yang bekerja sebagai tukang pijat panggilan mengakui bayi itu sebagai anak ketiganya. Suaminya, H, buruh serabutan, mengetahui perbuatan F. ”Saya tidak menjual bayi saya. Dia diadopsi. Saya menyerahkan bayi saya karena yang akan mengadopsi memang tidak punya anak dan ingin punya anak. Uang yang saya terima adalah penggantian biaya persalinan, bukan untuk jual-beli,” ujarnya.