Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Taufiq Kiemas, Pencair Kebekuan

Kompas.com - 09/06/2013, 01:48 WIB

”Kita harus belajar untuk mengandalkan rekonsiliasi di Indonesia.... Indonesia perlu seluruh anak bangsanya untuk membangun negeri.”

Pernyataan itu disampaikan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Taufiq Kiemas saat menghadiri pertemuan Forum Silaturahmi Anak Bangsa (FSAB) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Sabtu, 25 Mei 2013.

FSAB adalah kelompok anak yang orangtuanya terlibat dalam konflik pada masa lalu. Mereka, antara lain, Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo (putra Pahlawan Revolusi Sutojo Siswomihardjo), Amelia Yani (putri Pahlawan Revolusi Ahmad Yani), dan Sarjono Kartosuwiryo (putra tokoh DI/TII Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo).

Menemui dan mengumpulkan berbagai kelompok sering dilakukan Taufiq sejak menjadi Ketua MPR tahun 2009. Tak hanya FSAB yang beberapa kali ditemuinya, Taufiq bahkan pernah ke Pondok Pesantren Islam Al Mukmin Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah, untuk menemui Abu Bakar Ba’asyir, 29 April 2010.

Komunikasi intensif juga dilakukan Taufiq dengan elite negeri ini. Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin menuturkan, Taufiq merupakan penggagas awal pertemuan pimpinan lembaga-lembaga negara, yaitu Presiden, MPR, DPR, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung, dan Komisi Yudisial. ”Pak Taufiq sering dianggap sebagai ketua kelas kelompok ini,” ucap Lukman.

Sejumlah langkah Taufiq tersebut tak lepas dari keinginannya ikut membangun persatuan Indonesia. Dalam sejumlah kesempatan, Taufiq selalu mengatakan, elite negeri ini harus bersatu, setajam apa pun perbedaan yang terjadi.

”Empat pilar, yaitu Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika, bagian dari gagasan beliau untuk menyadarkan pentingnya persatuan,” kata Lukman.

Sejumlah pengalaman hidup, seperti masuk penjara dan mendampingi istrinya, Megawati Soekarnoputri, menghadapi berbagai tekanan pada masa Orde Baru, ikut membentuk keyakinan Taufiq tentang pentingnya persatuan dan betapa lelahnya berada dalam situasi konflik.

Namun, langkahnya sering kali tak segera dipahami. Misalnya, tentang komunikasi intensifnya dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Saat terakhir adalah ketika bersama putrinya, Puan Maharani, 26 Desember 2012, Taufiq menemui Yudhoyono untuk menyerahkan buku biografinya di Kantor Presiden.

Ketua DPP PDI-P Trimedya Panjaitan membenarkan bahwa langkah Taufiq menjalin komunikasi dengan Yudhoyono sempat membingungkan sejumlah kader partainya. ”Namun, belakangan, kami memahami dan menghormati langkah itu. Selain mencairkan kebekuan politik, juga ada banyak manfaat yang dipetik. Misalnya, Presiden berkenan menghadiri peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni,” ujar Trimedya.

Sikap Taufiq kemudian dilihat sebagai kombinasi dari sikap Megawati yang teguh memegang prinsip.

Kini, sang pencair kebekuan itu telah berpulang dengan meninggalkan satu harapan yang belum terwujud, lahirnya pemimpin muda di Pemilu 2014. Harapan yang telah dia rintis dengan mengajak banyak anak muda masuk politik, antara lain Budiman Sudjatmiko dan intelektual muda Nahdlatul Ulama, Zuhairi Misrawi. (M Hernowo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com