Keputusan itu didapat dari rapat terakhir antara Kementerian BUMN, Pemprov DKI, Kementerian Keuangan dan PPD sendiri pada awal bulan Juni 2013 lalu.
"Dalam rapat tersebut, Kemenkeu dan Kemen BUMN meminta mengubah kata pengambilalihan dengan kata hibah murni," ujar Parlindungan saat dihubungi wartawan, Selasa (25/6/2013).
Parlindungan menjelaskan, hibah murni berbeda dengan ambil alih. Jika hibah murni, Kemen BUMN menyerahkan PPD kepada Pemprov DKI tanpa ada biaya pengambilalihan. Sementara, jika ambil alih, harus ada bentuk kompensasi yang diberikan, baik kompensasi dalam bentuk uang atau barang.
Namun, kata Parlindungan, hibah tersebut mewajibkan Pemprov DKI untuk melunasi kewajiban PPD yang masih menunggak, yakni utang lebih dari Rp 100 miliar kepada pihak lain.
"Ada sejumlah kewajiban, utang reksa dana investasi, utang pelabuhan Indonesia, utang pajak, dan utang dagang," tutur Parlindungan.
Adapun aset milik PPD adalah 300 unit bus, 350 karyawan, 8 depo bus, 5 hektar lahan, 1 unit vila, dan 2 unit rumah karyawan di Depok. Parlindungan memastikan hibah tersebut dapat terlaksana akhir 2013. Kini, keputusan itu tinggal mendapat respons dari instansi lainnya.
Tarik ulur nasib PPD berawal dari ide Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo yang ingin membentuk BUMD khusus untuk menaungi transportasi di Jakarta pada tahun 2012 lalu. PPD diusulkan menjadi salah satu pilihannya. Namun, proses tersebut tidak berjalan mulus karena belum ada kata sepakat antara Kemen BUMN dan Pemprov DKI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.